KATA PENGANTAR
Puji syukur kami penjatkan kehadirat Allah SWT, yang
atas rahmat-Nya maka kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul
“ Negara dan Konstitusi”.
Penyusunan makalah ini merupakan salah satu tugas dan
persyaratan untuk menyelesaikan tugas mata kuliah Pancasila di Universitas
Muhammadiyah Sidoarjo.
Dalam penyusunan makalah ini kami merasa masih banyak
kekurangan-kekurangan baik pada teknis penyusunan maupun materi, mengingat akan
kemampuan yang dimiliki oleh kami. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak
sangat kami harapkan demi penyempurnaan penyusunan makalah ini.
Dalam penyusunan makalah ini kami menyampaikan ucapan
terima kasih yang tak terhingga kepada pihak-pihak yang membantu dalam
menyelesaikan makalah ini, khususnya kepada :
- Ibu
Nuning Rodiyah M.Pd.I selaku
Guru Mata Kuliah Pancasila yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikiran
dalam pelaksanaan bimbingan, pengarahan, dorongan dalam rangka
penyelesaian penyusunan makalah ini.
- Rekan-rekan
semua di Program Studi PGMI Semester 1 Universitas Muhammadiyah Sidoarjo.
- Secara
khusus penyusun menyampaikan terima kasih kepada keluarga tercinta yang
telah memberikan dorongan dan bantuan serta pengertian yang besar kepada
penyusun, baik selama mengikuti pembelajaran sekolah maupun dalam
menyelesaikan makalah ini
- Semua
pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah memberikan
bantuan dalam penyusunan makalah ini.
Akhirnya kami berharap semoga Allah memberikan imbalan
yang setimpal pada mereka yang telah memberikan bantuan, dan dapat menjadikan
semua bantuan ini sebagai ibadah, Amiin Yaa Rabbal ‘Alamiin.
Sidoarjo, 20 September 2014
Penyusun
DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR ……………………………………………………………i
DAFTAR
ISI………………………………………...............................................ii
BAB I
PENDAHULUAN ……………………………………………………...1
A. Latar Belakang …………………………………….....................................1
B. Rumusan Masalah………………………………………………………….2
C. Tujuan………………………………………………………………………2
BAB II
PEMBAHASAN ………………………………………………………3
A.
Gambaran Pendidikan
Islam
B.
Pendekatan-pendekatan
dalam Teori Pendidikan
C.
Filsafat
Pendidikan Islam
D.
Hakikat dan
Tujuan Teori Pendidikan Islam
E.
Kegunaan
Pendidikan Islam
F.
Urgensi Bangunan
Pendidikan Islam
G.
Metode
Pengembangan Teori Pendidikan Islam
H.
Sistem
Pendidikan Islam di Indonesia…………………………...………3
BAB III PENUTUP …………………………………………….……………...18
A.
Kesimpulan………………………………………………….…………….18
B.
Saran………………………………………………………….…………...18
DAFTAR PUSTAKA
………………………………………………….………..20
PEMBAHASAN
A.
Gambaran Pendidikan Islam
Pendekatan filosofi terhadap pendidikan adalah suatu pendekatan
untuk menelaah dan memecahkan masalah-masalah pendidikan dengan menggunakan
methode filsafat. Pandangan mengenai pengetahuan atau teori pendidikan yang
dihasilkan dengan pendekatan Filosofi disebut filsafat pendidikan. Menurut
Henderson (1995), filsafat pendidikan adalah filsafat yang
diterapkan/diaplikasi untuk menelaah dan memecahkan masalah-masalah pendidikan.
Cara kerja dan hasil-hasil filsafat dapat dipergunakan untuk
membantu memecahkan masalah dalam kehidupan, dimana pendidikan merupaka salah
satu kebutuhan paling penting dalam kehidupan manusia. Pendidikan membutuhkan
filsafat disebabkan oleh pendidikan tidak hanya menyangkut pelaksanaan saja,
yang hanya terbatas pada pengalaman. Dalam pendidikan akan muncul masalah yang
lebih luas, kompleks, dan lebih mendalam, yang tidak tebatas ole pengalaman
indrawi maupun fakta-fakta faktual, yang mungkin tidak dapat dijangkau oleh
sains pendidikan (science of education).
Kalu kita kembali ke filsafat pendidikan islam disitu jelas
digambarkan bahwa ajaran religi yang dijadikan nilai-nilai dalam kehidupan,
dapat dijadikan sumber dalam menentukan tujuan pendidikan, metode, bahkan
sampai pada jenis-jenis pendidikan untuk menncapai tujuan yang diinginkan.
Metode yang dipergunakan dalam menyusun teori/konsep pendidikan
adalah tesis deduktif. Dikatakan tesis deduktif, karena bertolak dari
dalil-dalil atau aksioma-aksioma agama yang tidak dapat kita tolak kebenaranya.
Dikatakan deduktif, karena teori pendidikan disusun dari prinsip-prisip yang
berlaku umum, diterapakan untuk memikikan masalah-masalah khusus. Ajaran agama yang berlaku umum
dijadikan sebagai pangkal untuk memikirkan prinsip-prinsp pendidikan yang khusus.
Sebagai contoh teori pendidikan Islam akan berangkat dari Al-Quran,
sehingga ayat-ayat Al-Quran akan dijadikan landasan dalam keseluruhan sistem
pendidikan. Abdurrahman Saleh (1991) membandingkan teori pendidikan islam
dengan teori sains. Ia mengatakan bahwa teori sains bersifat deskriptif untuk
membantu para pendidik dalam mengasuh siswanya. Tetapi tidak dapat menjadi paradigma
bagi teori pendidikan, karena dalam pendidikan, teori tidak sekedar menerangkan bagaimana atau
mengapa suatu peristiwa terjadi. Fungsi teori dalam pendidikan adalah menjadi
petunjuk prilaku peserta didik dalam mengajar. Dalam pendidikan islam,
nilai-nilai Qurani merupakan pembentukan elemen dasar kurikulum, dan sekolah
berkepentingan membawa siswa-siswanya agar mematuhi dan menjalankan nilai-nilai
tersebut. Praktik prilaku harus dinilai para pendidik, dan dalam pemberian
nilai tidak bisa dibatasi pada penemuan-penemuan ilmiah.
Lebih jauh Salih Abdullah mengemukakan bahwa, jika kita menerima
teori sains sebagai paradigma bagi pendidikan, berarti kita harus meninggalkan
seluruh fakta-fakta metafisik (ghaib) Al-Quran. Sains hanya menerangkan
kepentingan-kepentingan fakta yang dapat dilihat. Sains tidak dapat menyentuh elemen-elemen yang
tidak dapat di observasi dan diukur. Seperti yang kita ketahui bahwa indra dan
rasa bukan satu-satunya alat yang dapat digunakan untuk memperoleh pengetahuan.
Al-Quran yang merupakan kitab wahyu dari Allah, sains tidak akan mampu mengujinya secara
empiris, dan secara keseluruhan. Dalam surat Al-Baqarah dijelaskan secara umum
dapat kita golongkan bahwa kepercayaan orang mukmin terhadap terhadap segala
yang ghaib, mendahului referensi terhadap perilaku yang dapat diobservasi.
Orang -orang islam menerima sistem etika islam yang bersumber dari Al-Quran, karena
datang dari Allah Yang Maha Ghaib, yang diyakini sebagai sistem etika terbaik,
bukan hasil temuan empiris, juga bukan hasil eksperimentasi sains.
Teori pendidikan Islam merupakan teori yang terintegratif yang
berdasarkan
pada prinsip-prinsip Qurani. Jadi teori pendidikan Islam tidak akan
bertentangan dengan hasil-hasil sains bahkan dapat menerima dan memanfaatkan bagian-bagian
dari sains bagi pelaksanaan operasional pendidikan.
Sebagai contoh konsep tentang kejadian manusia sudah dijelaskan
dalam Al-quran misalnya dari surat yasin dimana dasar pengetahuan ini bisa
dijadikan pijakan untuk membuktikakanya secara empiris yang pada akhirnya apa
yang dijelaskan oleh Al-Quran sesuai dengan apa yang dibuktikan oleh sains. Dan masih banyak lagi
contoh-contoh gambaran ilmu yang disebutkan dalam Al-Quran yang kebenarannya
dibuktikan oleh sains.
Jadi dapat diartikan bahwa kita sebaiknya mengkaji ilmu dari segala
aspek dan tempat dengan tetap berpijak pada Ilmu Al-Quran, sebab masih sangat
banyak kandungan-kandungan Al-Quran yang belum mampu kita buktikan dengan ilmu
pengetahuan kerana keterbatasan ilmu kita.
B.
Pendekatan-Pendekatan dalam
Teori Pendidikan
Pendidikan dapat
dilihat dalam dua sisi yaitu: (1) pendidikan sebagai praktik dan (2) pendidikan
sebagai teori. Pendidikan sebagai praktik yakni seperangkat kegiatan atau
aktivitas yang dapat diamati dan disadari dengan tujuan untuk membantu peserta
didik agar memperoleh perubahan perilaku. Sementara pendidikan sebagai teori
yaitu seperangkat pengetahuan yang telah tersusun secara sistematis yang
berfungsi untuk menjelaskan, menggambarkan, meramalkan dan mengontrol berbagai
gejala dan peristiwa pendidikan, baik yang bersumber dari pengalaman-pengalaman
pendidikan (empiris) maupun hasil perenungan-perenungan yang mendalam untuk
melihat makna pendidikan dalam konteks yang lebih luas.
Diantara keduanya
memiliki keterkaitan dan tidak bisa dipisahkan. Praktik pendidikan seyogyanya
berlandaskan pada teori pendidikan. Demikian pula, teori-teori pendidikan
seyogyanya bercermin dari praktik pendidikan. Perubahan yang terjadi dalam
praktik pendidikan dapat mengimbas pada teori pendidikan. Sebaliknya, perubahan
dalam teori pendidikan pun dapat mengimbas pada praktik pendidikan
Terkait dengan upaya mempelajari pendidikan sebagai teori dapat dilakukan melalui beberapa pendekatan[1], diantaranya: (1) pendekatan sains; (2) pendekatan filosofi; dan (3) pendekatan religi.
Terkait dengan upaya mempelajari pendidikan sebagai teori dapat dilakukan melalui beberapa pendekatan[1], diantaranya: (1) pendekatan sains; (2) pendekatan filosofi; dan (3) pendekatan religi.
1. Pendekatan Sains
Pendekatan sains
yaitu suatu pengkajian pendidikan untuk menelaah dan dan memecahkan
masalah-masalah pendidikan dengan menggunakan disiplin ilmu tertentu sebagai
dasarnya. Cara kerja pendekatan sains dalam pendidikan yaitu dengan menggunakan
prinsip-prinsip dan metode kerja ilmiah yang ketat, baik yang bersifat
kuantitatif maupun kualitatif sehingga ilmu pendidikan dapat diiris-iris
menjadi bagian-bagian yang lebih detail dan mendalam.
2. Pendekatan Filosofi
Pendekatan filosofi
yaitu suatu pendekatan untuk menelaah dan memecahkan masalah-masalah pendidikan
dengan menggunakan metode filsafat. Pendidikan membutuhkan filsafat karena
masalah pendidikan tidak hanya menyangkut pelaksanaan pendidikan semata, yang
hanya terbatas pada pengalaman. Dalam pendidikan akan muncul masalah-masalah
yang lebih luas, kompleks dan lebih mendalam, yang tidak terbatas oleh
pengalaman inderawi maupun fakta-fakta faktual, yang tidak mungkin dapat
dijangkau oleh sains. Masalah-masalah tersebut diantaranya adalah tujuan
pendidikan yang bersumber dari tujuan hidup manusia dan nilai sebagai pandangan
hidup. Nilai dan tujuan hidup memang merupakan fakta, namun pembahasannya tidak
bisa dengan menggunakan cara-cara yang dilakukan oleh sains, melainkan
diperlukan suatu perenungan yang lebih mendalam.
Filsafat pendidikan akan berusaha memahami pendidikan dalam keseluruhan, menafsirkannya dengan konsep-konsep umum, yang akan membimbing kita dalam merumuskan tujuan dan kebijakan pendidikan.
Filsafat pendidikan akan berusaha memahami pendidikan dalam keseluruhan, menafsirkannya dengan konsep-konsep umum, yang akan membimbing kita dalam merumuskan tujuan dan kebijakan pendidikan.
3. Pendekatan Religi
Pendekatan religi
yaitu suatu pendekatan untuk menyusun teori-teori pendidikan dengan bersumber
dan berlandaskan pada ajaran agama. Di dalamnya berisikan keyakinan dan
nilai-nilai tentang kehidupan yang dapat dijadikan sebagai sumber untuk
menentukan tujuan, metode bahkan sampai dengan jenis-jenis pendidikan.
Cara kerja
pendekatan religi berbeda dengan pendekatan sains maupun filsafat dimana cara
kerjanya bertumpukan sepenuhnya kepada akal atau ratio, dalam pendekatan
religi, titik tolaknya adalah keyakinan (keimanan). Pendekatan religi menuntut
orang meyakini dulu terhadap segala sesuatu yang diajarkan dalam agama, baru
kemudian mengerti, bukan sebaliknya.
Terkait dengan teori pendidikan Islam,
Ahmad Tafsir dalam bukunya “ Ilmu Pendidikan dalam Persfektif Islam” mengemukakan
dasar ilmu pendidikan Islam yaitu Al-Quran, Hadis dan Akal. Al-Quran diletakkan
sebagai dasar pertama dan Hadis Rasulullah SAW sebagai dasar kedua. Sementara
akal digunakan untuk membuat aturan dan teknis yang tidak boleh bertentangan
dengan kedua sumber utamanya (Al-Qur’an dan Hadis), yang memang telah terjamin
kebenarannya. Dengan demikian, teori pendidikan Islam tidak merujuk pada
aliran-aliran filsafat buatan manusia, yang tidak terjamin tingkat
kebenarannya.
Berkenaan dengan
tujuan pendidikan Islam, World Conference on Muslim Education (Hasan
Langgulung, 1986) merumuskan bahwa : “ Education should aim at
balanced growth of the total personality of man through Man’s spirit,
intelellect the rational self, feelings and bodily senses. Education should
therefore cater for the growth of man in all its aspects, spirituals,
intelectual, imaginative, physical, scientific, linguistic, both individually
and collectively, and motivate all these aspects toward goodness and attainment
of perfection. The ultimate aim of Muslim Education lies in the realization of
complete submission to Allah on the level of individual, the community and
humanity at large.”
Sementara itu, Ahmad
Tafsir merumuskan tentang tujuan umum pendidikan Islam yaitu muslim yang
sempurna dengan ciri-ciri : (1) memiliki jasmani yang sehat, kuat dan
berketerampilan; (2) memiliki kecerdasan dan kepandaian dalam arti mampu
menyelesaikan secara cepat dan tepat; mampu menyelesaikan secara ilmiah dan
filosofis; memiliki dan mengembangkan sains; memiliki dan mengembangkan
filsafat dan (3) memiliki hati yang takwa kepada Allah SWT, dengan sukarela
melaksanakan perintah Allah SWT dan menjauhi larangannya dan hati memiliki hati
yang berkemampuan dengan alam gaib.[2] Ahmad Tafsir. Ilmu Pendidikan dalam Persfektif Islam. Bandung:
Rosda Karya1992
Dalam teori
pendidikan Islam, dibicarakan pula tentang hal-hal yang berkaitan dengan
substansi pendidikan lainnya, seperti tentang sosok guru yang islami, proses
pembelajaran dan penilaian yang islami, dan sebagainya. (selengkapnya lihat
pemikiran Ahmad Tafsir dalam bukunya Ilmu Pendidikan dalam Persfektif Islam)
Mengingat kompleksitas dan luasnya lingkup pendidikan, maka untuk menghasilkan teori pendidikan yang lengkap dan menyeluruh kiranya tidak bisa hanya dengan menggunakan satu pendekatan saja. Oleh karena itu, diperlukan pendekatan holistik dengan memadukan ketiga pendekatan di atas yang terintegrasi dan memliki hubungan komplementer, saling melengkapi antara satu dengan yang lainnya. Pendekatan semacam ini biasa disebut pendekatan multidisipliner
Mengingat kompleksitas dan luasnya lingkup pendidikan, maka untuk menghasilkan teori pendidikan yang lengkap dan menyeluruh kiranya tidak bisa hanya dengan menggunakan satu pendekatan saja. Oleh karena itu, diperlukan pendekatan holistik dengan memadukan ketiga pendekatan di atas yang terintegrasi dan memliki hubungan komplementer, saling melengkapi antara satu dengan yang lainnya. Pendekatan semacam ini biasa disebut pendekatan multidisipliner
C. Filsafat Pendidikan Islam
Filsafat pendidikan, menurut John Dewey adalah teori umum dari
pendidikan, landasan dari semua pemikiran umum mengenai pendidikan, falsafah
pendidikan pada hakekatnya merupakan jawaban dari pertayaan-pertanyaan dalam
lapangan pendidikan dan merupakan penerapan suatu analisa filosofis terhadap
pendidikan. John Dewey juga memandang bahwa ada hubungan yang erat antara
filsafat dengan pendidikan. Oleh karena itu tugas filsafat dan pendidikan
seiring yaitu sama-sama memajukan hidup manusia. Ahli filsafat lebih
memperhatikan tugas yang berkaitan dengan strategi pembentukan manusia, sedang
ahli pendidikan bertugas untuk lebih memperhatikan pada taktik (cara) agar
strategi itu terwujud. Manambahkan hal itu, Omar Muhammad al-Toumy al-Syaibany,
melihat filsafat pendidikan adalah pelaksanaan pandangan filsafat dan kaidah
falsafah dalam pengalaman manusia yang disebut pendidikan. Secara rinci
dikemukakan bahwa filsafat pendidikan merupakan usaha untuk mencari
konsep-konsep diantara gejala yang bermaacam-macam meliputi:
·
Proses
pendidikan sebagai rancangan yang terpadu dan meyeluruh;
·
Menjelaskan
berbagai makna yang mendasar tentang segala istilah pendidikan; dan
·
Pokok-pokok
yang menjadi dasar dari konsep pendidikan dalam kaitannya dengan bidang
kehidupan manusia.
Berbagai ahli mencoba merumuskan pengertian filsafat pendidikan
Islam, Muzayyin Arifin, misalnya mengatakan bahwa filsafat pendidikan Islam
pada hakikatnya adalah konsep berfikir tentang hakikat kemampuan manusia untuk
dibina dan dikembangkan serta dibimbing menjadi manusia muslim yang seluruh
pribadinya dijiwai oleh ajaran Islam. Definisi ini memberi kesan bahwa filsafat
pendidikan Islam sama dengan filsafat pendidikan pada umumnya. Dalam arti bahwa
filsafat Islam mengkaji tentang berbagai masalah manusia sebagai subjek dan
objek pendidikan, kurikulum, metode, lingkungan, guru, dan sebagainya.
Perbedaan Filsafat Pendidikan Islam dengan Filsafat Pendidikan pada
umumnya adalah bahwa di dalam filsafat pendidikan Islam, semua masalah
kependidikan tersebut selalu didasarkan pada ajaran Islam yang bersumberkan
al-Qur’an dan al-Hadits. Dengan kata lain bahwa kata Islam yang mengiringi kata
filsafat
pendidikan ini menjadi sifat, yakni sifat dari filsafat pendidikan tersebut.
Dalam hubungan ini Ahmad D. Marimba mengatakan bahwa filsafat pendidikan Islam
bukanlah filsafat pendidikan tanpa batas. Selanjutnya ketika ia mengomentari
kata ‘radikal’ yang menjadi salah satu ciri berpikir filsafat mengatakan bahwa
pandangan ini keliru. Radikal bukan berarti tanpa batas. Tidak ada di dunia ini
disebut tanpa batas, dan bukankah dengan menyatakan bahwa seorang muslim yang
telah menyalini isi keimannanya, akan mengetahui dimana batas-batas pikiran
(akal) dapat dipergunakan, dan jika ia berfikir, berfilsafat mensyukuri nikmat
Allah, berarti ia radikal (konsekuen) dalam batas-batas itu. Menurut Ahmad D
Marimba, inilah sifat radikal dari filsafat Islam.
D.
Hakikat dan
Tujuan Teori Pendidikan Islam
Pada hakikatnya, pendidikan Islam adalah suatu proses yang
berlangsung berkesinambungan, berdasarkan hal ini, maka tugas dan fungsi yang
diemban oleh pendidikan Islam adalah pendidikan manusia seutuhnya dan
berlangsung sepanjang hayat. Konsep ini bermakna bahwa tugas dan fungsi
pendidikan memiliki sasaran pada peserta didik yang senantiasa tumbuh
berkembang secara dinamis, mulai dari kandungan sampai hayatnya. Secara umum tugas pendidikan
Islam adalah membimbing dan mengarahkan pertumbuhan dan perkembangan peserta
didik dari tahap ke tahap sampai ke titik kemampuan optimal. Sementara
fungsinya adalah menyediakan fasilitas yang dapat memungkinkan tugas pendidikan
berjalan dengan lancar. Secara garis besarnya pengertian itu mencakup tiga
aspek, yaitu:
v Seperangkat teknik atau cara untuk memberikan
pengetahuan, keterampilan dan tingkah laku.
v Seperangkat teori yang maksudnya untuk
menjelaskan dan membenarkan penggunaan teknik dan cara-cara tersebut.
v Seperangkat
nilai, gagasan atau cita-cita sebagai tujuan yang dijelmakan serta dinyatakan
dalam pengetahuan, keterampilan dan tingkah laku, termasuk jumlah dan pola
latihan yang harus diberikan.
Dasar dan tujuan filsafat pendidikan Islam pada
hakikatnya identik dengan dasar dan tujuan ajaran Islam atau tepatnya tujuan
Islam itu sendiri. Dari kedua sumber ini kemudian timbul pemikiran-pemikiran
mengenai masalah-masalah keislaman dalam berbagai aspek, termasuk filsafat
pendidikan. Lebih lengkap kongres se-Dunia ke II tantang pendidikan Islam tahun
1980 di Islamabad, merumuskan bahwa:
“Tujuan
pendidikan Islam adalah untuk mencapai keseimbangan pertumbuhan kepribadian
manusia secara menyeluruh dan seimbang yang dilakukan melalui latihan jiwa,
akal pikiran (inteletual), diri manusia yang rasional; perasaan indera. Karena
itu, pendidikan hendaknya menacakup pengembangan seluruh aspek fitrah peserta
didik; aspek spritual, intelektual, imajinasi, fisik, ilmiah, dan bahasa, baik
secara individual maupun kolektif; dan mendorong semua aspek tersebut
berkembang ke arah kebaikan dan kesempurnaan. Tujuan terakhir pendidikan muslim terletak pada
perwujudan ketundukan yang sempurna kepada Allah, baik secara pribadi,
komunitas, maupun seluruh umat manusia.”
E.
Kegunaan Pendidikan Islam
Prof. Mohammad Athiyah Abrosyi dalam kajiannya
tentang pendidikan Islam telah menyimpulkan 5 tujuan yang asasi bagi pendidikan
Islam yang diuraikan dalam “ At Tarbiyah Al Islamiyah Wa Falsafatuha “ yaitu :
1.
Untuk
membantu pembentukan akhlak yang mulia. Islam menetapkan bahwa pendidikan
akhlak adalah jiwa pendidikan Islam.
2.
Persiapan
untuk kehidupan dunia dan kehidupan akhirat. Pendidikan Islam tidak hanya
menaruh perhatian pada segi keagamaan saja dan tidak hanya dari segi keduniaan
saja, tetapi dia menaruh perhatian kepada keduanya sekaligus.
3.
Menumbuhkan
ruh ilmiah pada pelajaran dan memuaskan untuk mengetahui dan memungkinkan ia
mengkaji ilmu bukan sekedar sebagai ilmu. Dan juga agar menumbuhkan minat pada
sains, sastra, kesenian, dalam berbagai jenisnya.
4.
Menyiapkan
pelajar dari segi profesional, teknis, dan perusahaan supaya ia dapat mengusai
profesi tertentu, teknis tertentu dan perusahaan tertentu, supaya dapat ia
mencari rezeki dalam hidup dengan mulia di samping memelihara dari segi kerohanian
dan keagamaan.
5.
Persiapan
untuk mencari rezeki dan pemeliharaan segi-segi kemanfaatan. Pendidikan Islam
tidaklah semuanya bersifat agama atau akhlak, atau sprituil semata-mata, tetapi
menaruh perhatian pada segi-segi kemanfaatan pada tujuan-tujuan, kurikulum, dan
aktivitasnya. Tidak lah tercapai kesempurnaan manusia tanpa memadukan antara
agama dan ilmu pengetahuan.
F.
Urgensi
Bangunan Pendidikan Islam
1)
Membangun
Tradisi Keilmuan Pendidikan Islam
Jika kita perhatikan masa kejayaan Islam, tentunya
hal yang menarik kita perhatikan adalah tradisi keilmuan masyarakat Islam pada
waktu itu. Kesadaran akan ilmu dan kecintaan akan ilmu sangat tinggi, tradisi
yang berkembang pada waktu itu adalah tradisi membaca, menulis, berdiskusi,
keterbukaan/kebebasan berfikir, penelitian serta pengabdian mereka akan
keilmuan yang meraka kuasai.
Tradisi itu terlihat dari kecintaan mereka akan
buku-buku yang hal itu dibarengi dengan adanya perpustakaan-perpustakaan baik
atas nama pribadi yang diperuntukkan kepada khalayak umum atau yang disponsori
oleh khalifah, para ulama biasanya open house bagi siapa aja yang mau datang
kerumahnya untuk membaca, kedudukan meraka juga dimata masyarakat sangat mulia.
Sedemikian cintanya masyarakat akan ilmu sampai-sampai khalifah pada waktu itu
untuk merebut hati masyarakat harus memberi perhatian kepada pengembangan ilmu.
Kebebasan berpikir yang tinggi memicu tradisi berdiskusi dan berdebat, meraka
menjadikan perpustakaan dan masjid sebagai tempat bertemu untuk berdiskusi.
kebutuhan untuk berkarya, sehingga kemandekan pemikiran bisa diatasi.
Tradisi keilmuan ini juga telah berkembang di
tradisi keilmuan barat, motivasi mereka sangat tinggi untuk mencari ilmu, tradisi membaca
dan berdiskusi tinggi, tradisi meneliti yang tinggi, keterbukaan berfikir dan
kebutuhan untuk berkarya juga sangat tinggi. Teknologi dan informasi kebanyakan
dikuasai oleh barat, banyak temuan dan peraih nobel pengetahuan bukan dari
kalangan Islam. Inilah menurut penulis kemajuan barat dan Islam abbasiyah dalam
hal ilmu pengetahuan yang perlu kita kembangkan dalam rangka kemajuan dibidang
pendidikan Islam. Inilah yang harus kita lakukan untuk mengejar ketertinggalan.
Kita harus membangun tradisi keilmuan yang kondusif dalam lingkungan masyarakat
akademis. Menciptakan tradisi membaca, tradisi menulis, berdiskusi, meneliti,
keberanian untuk berfikir kreatif dan terbangunnya kebutuhan akan berprestasi
dan berkarya.
Problem pendidikan Islam adalah problem sistemik, kita perlu melibatkan
berbagai pihak untuk bisa lepas dari keterpurukan. Mulai dari pemerintah
sebagai pembuat kebijakan besar bagi sistem pendidikan nasional dan sebagai
pengayom pelaksanaannya, lembaga pendidikan Islam, pendidik, peserta didik
sampai kepada orang tua pendidik (anak didik) .
Tradisi akademis yang kondusif perlu didukung oleh
berbagai pihak dari mulai kebijakan pemerintah yang mampu menyediakan fasilitas
pendidikan yang memadai, fasilitas bisa berupa sarana praktikum, buku dan
gedung yang kondusif untuk sarana belajar dan akses pendidikan untuk warga miskin.
Pemerintah harus cermat dalam menentukan anggaran pendidikan serta mengawalnya,
sehingga tidak ada penyelewengan anggaran pendidikan yang hal itu memperngaruhi
pelaksanaan program pendidikan.
Bagi lembaga sekolah
dan pendidik harus mampu memberikan kebijakan dalam rangka membentuk tradisi
intelektul (membaca, menulis, meneliti dan berdikusi serta berkarya) di kampus
atau disekolah, misalnya dengan mengadakan lomba karya tulis ilmiah, lomba
penelitian, lomba debat, memberikan motivasi untuk membaca, menggunakan metode
dan media yang bisa mengembangkan daya pikir, kreatifitas, membuat
program-program lainya untuk pengembangan diri dan menciptakan lingkungan yang
kondusif untuk belajar.
Bagi orang tua
membantu menciptakan suasana akademis dirumah, dengan mengarahkan meraka untuk
belajar dan selalu memotivasi meraka untuk maju. Orang tua juga berkewajiban
mengawasi prilaku anak didik, orang tua juga harus mengetahui program sekolah,
sehingga kegiatan sekolah terbantu oleh orang tua ketika mereka berada diluar
sekolah. Antara sekolah (lembaga Pendidikan Islam), guru (pendidik) dan orang
tua anak didik harus saling komunikasi; Sekolah mengetahui kebutuhan masyarakat
dan masyarakat mengetahui kebutuhan sekolah, mengetahui problem anak didik dan
sebagainya. Hal ini memungkinan untuk mengetahui dan selanjutnya membicarkan
problem-prolem pendidikan yang sedang terjadi, sehingga ditemukan solusi yang
tepat untuk berbagai pihakPengembangan tradisi-tradisi keintelektualan seperti
diatas harus dikembangkan mulai dari pendidikan dasar. Jika tradisi tersebut
tidak dikembangkan dari pendidkan dasar, maka pendidik akan kesulitan
menciptakan tradisi keilmuan untuk mereka, sehingga penciptaan tradisi itu
selalu terlambat untuk diterapkan.
2) Learning Society, Upaya Memberdayakan Pendidikan Masyarakat.
Keprihatikan bangsa
ini yang dilanda krisis multidimensi dalam berbagai aspek kehidupan menuntut
peran pendidikan Islam sebagai benteng sekaligus mencetak generasi penerus
untuk memperbaiki kondisi yang ada. Menjadi sangat wajar jika beban dari krisis
ini seluruhnya dibebankan kepada pendidikan. Baiknya suatu bangsa bisa dilihat
dari baiknya pendidikannya, majunya suatu bangsa juga dipengaruhi dari
pendidikannya.
Persepsi masyarakat
terhadap sekolah mewakili kondisi yang ada dalam masyrakat/negara. Kenyataan
ini, misalnya, telah pula mendapat perhatian para filosof sejak zaman Plato dan
Aristoteles, sebagaimana diungkapkan bahwa ‘as is the state, so is the shool’
(sebagaimana negara, seperti itulah sekolah), atau ‘what you want in the state,
you put into school’ (apa yang anda inginkan dalam negara, harus anda masukkan
dalam sekolah). Hal ini menunjukan, bahwa keberhasilan dari proses pendidikan
tidak hanya dipengaruhi oleh pihak sekolah saja, tetapi peran keluarga dan
masyarakat juga berpengaruh terhadap keberhasilan pendidikan. Berangkat dari
hal inilah maka perlu diperhatikan lingkungan di luar sekolah, baik secara
formal maupun non formal, bahkan informasi sekaligus. Harus ada upaya
menciptakan lingkungan yang kondusif, yang mampu mengembangkan potensi
masyarakat guna mewujudkan tujuan pendidikan yang disepakati bersama.
Pengembangan
pendidikan di Indonesia, hendaknya dilihat sebagai suatu proses kelangsungan
peradaban bangsa, maka faktor-faktor psiko sosial budaya perlu diikutsertakan
dalam merancang pendidikan, dan perlu diciptakan situasi yang kondusif dalam
pembelajaran. Tranformasi sosial psikologis dan budaya adalah suatu keniscayaan
yang dihadapai bangsa ini, tetapi hal itu bisa dikendalaikan, khususnya dalam
sektor pendidikan. Transformasi ini memunculkan tatanan baru dalam masyarakat,
untuk itu perlu pendekatan sejenis sosial and culture engenering yang mampu
mengendalaikan perubahan dan pergeseran ke arah yang diinginkan. Dalam upaya menciptakan situasi kondusif bagi keberhasilan belajar hanya
dapat terjadi bila seluruh masyarakat kita menuju masyarakat learning society.
Artinya, proses mencerdaskan kehidupan bangsa seperti yang diamanatkan oleh UUD
1945 hendaknya diselenggarakan melalui tiga jalur institusi pendidikan, yaitu;
(1) lingkungan atau jalur sekolah dan jalur luar
sekolah,
(2) dilaksanakan
oleh berbagi pihak termasuk kerjasama masyarakat dengan pemerintah.
(3) merupakan kegiatan yang tidak
terputus-putus hnigga dapat disebut sebagai pendidikan seumur hidup (life long
education). Salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk mewujudkan masyarakat
belajar adalah dengan memberdayakan keluarga agar menjadi keluarga yang gemar
belajar. Dalam memberdayakan pendidikan keluarga, relevan untuk ditampilkan
beberapa fungsi keluarga, yaitu:
(a) fungsi
keagamaan,
(b) fungsi cinta
kasih,
(c) fungsi
reproduksi,
(d) fungsi ekonomi,
(e) fungsi
pembudayaan,
(f) fungsi
perlindungan,
(g) fungsi
pendidikan dan sosial, dan
(h) fungsi
pelestarian lingkungan.
Disamping memberdayakan pendidikan keluarga, upaya
mewujudkan learning society adalah dengan menciptakan partisipasi masyarakat,
mewujudkan pendidikan yang berasal dari masyarakat, oleh masyarakat, untuk
masyarakat. Dengan pendekatan demikian diharapkan akan mempertebal rasa self of belonging yang akhirnya
tumbuhnya rasa tanggung jawab atas kondisi yang ada. Sehingga dengan learning
society diharapkan akan terwujud masyarakat madani (civil society), hal ini sekaligus sebagai alternatif dalam
mengatasi masalah yang melanda negara ini
G.
Metode Pengembangan Teori
Pendidikan Islam
Sebagai suatu metode, pengembangan teori pendidikan
Islam biasanya memerlukan empat hal sebagai berikut :
a)
Bahan-bahan yang akan digunakan dalam pengembangan
filsafat pendidikan. Dalam hal ini dapat berupa bahan tertulis, yaitu al Qur’an
dan al Hadist yang disertai pendapat para ulama serta para filosof dan lainnya juga bahan yang akan di
ambil dari pengalaman empirik dalam praktek kependidikan.
b)
Metode pencarian bahan. Untuk mencari bahan-bahan
yang bersifat tertulis dapat dilakukan melalui studi kepustakaan dan studi
lapangan yang masing-masing prosedurnya telah diatur sedemikian rupa. Namun
demikian, khusus dalam menggunakan al Qur’an dan al Hadist dapat digunakan jasa
Ensiklopedi al Qur’an semacam Mu’jam al Mufahras li Alfazh al Qur’an al Karim
karangan Muhammad Fuad Abd Baqi dan Mu’jam al muhfars li Alfazh al Hadist
karangan Weinsink.
c)
Metode pembahasan. Untuk ini Muzayyin Arifin
mengajukan alternatif metode analsis-sintesis, yaitu metode yang berdasarkan
pendekatan rasional dan logis terhadap sasaran pemikiran secara induktif,
dedukatif, dan analisa ilmiah.
d)
Metode pendekatan. Dalam hubungannya dengan
pembahasan tersebut di atas harus pula dijelaskan pendekatan yang akan
digunakan untuk membahas tersebut. Pendekatan ini biasanya diperlukan dalam
analisa, dan berhubungan dengan teori-teori keilmuan tertentu yang akan dipilih
untuk menjelaskan fenomena tertentu pula. Dalam hubungan ini pendekatan lebih
merupakan pisau yang akan digunakan dalam analisa. Ia semacam paradigma (cara
pandang) yang akan digunakan untuk menjelaskan suatu fenomena.
H.
Sistem Pendidikan Islam Di
Indonesia
Pendidikan Islam merupakan suatu upaya yang
terstruktur untuk membentuk manusia yang berkarakter sesuai dengan
konsekuensinya sebagai seorang muslim. Dalam perjalanannya ada tiga jalan yang
harus ditempuh untuk mengupayakan hal tersebut, yaitu:
·
Penanaman
akidah Islam berdasarkan pemikiran yang matang dan dijalankan dengan cara yang
damai.
·
Menanamkan
sikap konsisten pada orang yang sudah memiliki akidah islam agar segala tindak
tanduk dan cara berpikirnya tetap berada di jalurnya sebagai seorang muslim.
·
Mengembangkan
kepribadian islam pada mereka yang sudah memilikinya dengan cara mengajaknya
untuk bersungguh-sungguh menjalankan kehidupan secara islami, dalam artian
semua pemikiran dan amalannya sesuai dengan kodratnya sebagai seorang muslim.
Islam telah
mewajibkan semua umatnya untuk menuntut ilmu. Segala macam ilmu yang bermanfaat
bagi dirinya dan juga semua umat. Begitu juga dengan Iptek. Hal ini juga penting
untuk dipelajari karena dengan cara ini umat islam dapat memperoleh kemajuan
material untuk menjalankan fungsinya sebagai khalifah Allah di muka bumi.
Islam menetapkan penguasaan sains sebagai fardlu kifayah, yaitu
ilmu-ilmu yang sangat diperlukan umat, seperti kedokteran, kimi, fisika,
industri penerbangan, biologi, teknik, dll.
Penguasaan ilmu-ilmu teknik dan praktis serta latihan-latihan
keterampilan dan keahlian juga merupakan tujuan pendidikan islam, yang harus
dimiliki umat Islam dalam rangka melaksanakan tugasnya sebagai khalifah Allah
SWT. Sebagaimana penguasaan IPTEK, rekayasa industri, penerbangan,
pertukangan, dan lainnya juga sangat diperlukan oleh umat manusia. Hal itu
termasuk wajib hukumnya.
Lembaga pendidikan semestinya dapat menghasilkan calon-calon penerus
yang tinggi secara sumber daya manusianya. Oleh karena itu system pendidikan
yang ada harus memadukan seluruh unsur pembentuk pendidikan yang unggul.
Dalam hal ini, ada tiga hal penting yang harus kita perhatikan
dengan baik, yaitu :
·
Kerjasama yang
terpadu antara sekolah, masyarakat, dan keluarga. Ketiga hal ini menggambarkan kondisi faktual obyektif
pendidikan. Saat ini ketiga unsur tersebut belum berjalan secara sinergis, di
samping masing-masing unsur tersebut juga belum berfungsi secara benar.
·
Kurikulum yang
terstruktur dan terprogram mulai dari tingkat TK hingga Perguruan Tinggi. Kurikulum sebagaimana tersebut di atas dapat menjadi jaminan bagi
ketersambungan pendidikan setiap anak didik pada setiap jenjangnya. Dengan
adanya kurikulum yang sering gonta ganti akhir-akhir ini, pendidikan kita jadi
sedikit membingungkan, apalagi bagi masyarakat awam.
·
Orientasi pendidikan
ditujukan pada kepribadian islam dan penguasaan ilmu pengetahuan yang
bermanfaat bagi umat. Ketiga hal ini merupakan goal yang
kita tuju.berorientasi pada pembentukan tsaqâfah Islam, kepribadian Islam, dan
penguasaan terhadap ilmu pengetahuan. Dalam implementasinya, ketiga hal di atas
menjadi orientasi dan panduan bagi pelaksanaan pendidikan.
.
BAB III
PENUTUP
- Kesimpulan
Teori pendidikan Islam merupakan teori yang berdasarkan pada prinsip-prinsip
Qurani. Jadi teori pendidikan Islam tidak akan bertentangan dengan hasil-hasil
sains bahkan dapat menerima dan memanfaatkan bagian-bagian dari sains bagi pelaksanaan operasional
pendidikan. Teori
sains bersifat deskriptif untuk membantu para pendidik dalam mengasuh siswanya.
Tetapi tidak dapat menjadi paradigma bagi teori pendidikan, karena dalam pendidikan,
teori tidak sekedar menerangkan bagaimana atau mengapa suatu peristiwa terjadi.
Fungsi teori dalam pendidikan adalah menjadi petunjuk prilaku peserta didik
dalam mengajar. Dalam pendidikan islam, nilai-nilai Qurani merupakan
pembentukan elemen dasar kurikulum, dan sekolah berkepentingan membawa
siswa-siswanya agar mematuhi dan menjalankan nilai-nilai tersebut. Praktik
prilaku harus dinilai para pendidik, dan dalam pemberian nilai tidak bisa
dibatasi pada penemuan-penemuan ilmiah.
Perbedaan Filsafat Pendidikan Islam dengan Filsafat Pendidikan pada
umumnya adalah bahwa di dalam filsafat pendidikan Islam, semua masalah
kependidikan tersebut selalu didasarkan pada ajaran Islam yang bersumberkan
al-Qur’an dan al-Hadits. Dengan kata lain bahwa kata Islam yang mengiringi kata
filsafat
pendidikan ini menjadi sifat, yakni sifat dari filsafat pendidikan tersebut. Tujuan
pendidikan Islam adalah untuk mencapai keseimbangan pertumbuhan kepribadian
manusia secara menyeluruh dan seimbang yang dilakukan melalui latihan jiwa,
akal pikiran (inteletual), diri manusia yang rasional; perasaan indera. Tujuan terakhir
pendidikan muslim terletak pada perwujudan ketundukan yang sempurna
kepada Allah, baik secara pribadi, komunitas, maupun seluruh umat manusia.
- Saran
Problem pendidikan Islam adalah problem sistemik, kita perlu melibatkan
berbagai pihak untuk bisa lepas dari keterpurukan. Mulai dari pemerintah
sebagai pembuat kebijakan besar bagi sistem pendidikan nasional dan sebagai
pengayom pelaksanaannya, lembaga pendidikan Islam, pendidik, peserta didik
sampai kepada orang tua pendidik (anak didik). Menciptakan tradisi
membaca, tradisi menulis, berdiskusi, meneliti, keberanian untuk berfikir
kreatif menjadi pemicu terbangunnya kebutuhan akan berprestasi dan berkarya.
Pengembangan pendidikan di Indonesia, hendaknya dilihat sebagai
suatu proses kelangsungan peradaban bangsa, maka faktor-faktor psiko sosial
budaya perlu diikutsertakan dalam merancang pendidikan, dan perlu diciptakan
situasi yang kondusif dalam pembelajaran.
Sistem pendidikan yang
sekarang ini tentunya masih perlu banyak perbaikan dan semestinya kita memperbarui
sistem yang ada untuk kebaikan kita semua. Berusaha terus untuk menghasilkan
generasi berkepribadian islam yang mampu mewujudkan kemakmuran dan kemuliaan
peradaban manusia di seluruh dunia.
DAFTAR RUJUKAN
Tafsir, Ahmad. Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam.
Bandung: Rosda Karya. 1992
Saifullah, Ali.HA. Antara Filsafat dan
Pendidikan: Pengantar Filsafat Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional. 1983
Langgulung, Hasan. Manusia dan Pendidikan; Suatu Analisa Psikologi dan Pendidikan. Jakarta: Pustaka Al-Husna. 1986
Ismaun. Filsafat
Ilmu I. (Diktat Kuliah). Bandung: UPI
Bandung. 2001
Sadulloh, Uyoh. Pengantar Filsafat
Pendidikan. Bandung: P.T. Media Iptek. 1994
Tidak ada komentar:
Posting Komentar