Minggu, 27 Desember 2015

Negara dan Konstitusi

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami penjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya maka kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “ Negara dan Konstitusi”.
Penyusunan makalah ini merupakan salah satu tugas dan persyaratan untuk menyelesaikan tugas mata kuliah Pancasila di Universitas Muhammadiyah Sidoarjo.
Dalam penyusunan makalah ini kami merasa masih banyak kekurangan-kekurangan baik pada teknis penyusunan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang dimiliki oleh kami. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan demi penyempurnaan penyusunan makalah ini.
Dalam penyusunan makalah ini kami menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan makalah ini, khususnya kepada :
  1. Ibu Nuning Rodiyah M.Pd.I selaku Guru Mata Kuliah Pancasila yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam pelaksanaan bimbingan, pengarahan, dorongan dalam rangka penyelesaian penyusunan makalah ini.
  2. Rekan-rekan semua di Program Studi PGMI Semester 1 Universitas Muhammadiyah Sidoarjo.
  3. Secara khusus penyusun menyampaikan terima kasih kepada keluarga tercinta yang telah memberikan dorongan dan bantuan serta pengertian yang besar kepada penyusun, baik selama mengikuti pembelajaran sekolah  maupun dalam menyelesaikan makalah ini
  4. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah memberikan bantuan dalam penyusunan makalah ini.
Akhirnya kami berharap semoga Allah memberikan imbalan yang setimpal pada mereka yang telah memberikan bantuan, dan dapat menjadikan semua bantuan ini sebagai ibadah, Amiin Yaa Rabbal ‘Alamiin.
Sidoarjo, 20 September 2014
Penyusun
                                                 DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ……………………………………………………………i
DAFTAR ISI………………………………………...............................................ii
BAB I   PENDAHULUAN ……………………………………………………...1
1.1 Latar Belakang …………………………………….....................................1
1.2 Rumusan Masalah………………………………………………………….2
1.3 Tujuan………………………………………………………………………2
BAB  II   PEMBAHASAN ………………………………………………………3
2.1 Negara……………………………………………………………...………3
2.2 Konstitusi……………………………………………….……………..…..11  
BAB III   PENUTUP …………………………………………….……………...18
3.1 Kesimpulan………………………………………………….…………….18
3.2 Saran………………………………………………………….…………...18
Penutup……………………………………………………………….…………..19
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………….………..20

  

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Keberadaan UUD 1945 yang selama ini disakralkan, dan tidak boleh diubah kini telah mengalami beberapa perubahan. Tuntutan perubahan terhadap UUD 1945 itu pada hakekatnya merupakan tuntutan bagi adanya penataan ulang terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara. Atau dengan kata lain sebagai upaya memulai “kontrak sosial” baru antara warga negara dengan negara menuju apa yang dicita-citakan bersama yang dituangkan dalam sebuah peraturan dasar (konstitusi). Perubahan konstitusi ini menginginkan pula adanya perubahan sistem dan kondisi negara yang otoritarian menuju kearah sistem yang demokratis dengan relasi lembaga negara yang seimbang.
Dengan demikian perubahan konstititusi menjadi suatu agenda yang tidak bisa diabaikan. Hal ini menjadi suatu keharusan dan amat menentukan bagi jalannya demokratisasi suatu bangsa. Realitas yang berkembang kemudian memang telah menunjukkan adanya komitmen bersama dalam setiap elemen masyarakat untuk mengamandemen UUD 1945. Bagaimana cara mewujudkan komitmen itu dan siapa yang berwenang melakukannya serta dalam situasi seperti apa perubahan itu terjadi, menjadikan suatu bagian yang menarik dan terpenting dari proses perubahan konstitusi itu.
Karena dari sini akan dapat terlihat apakah hasil dicapai telah merepresentasikan kehendak warga masyarakat, dan apakah telah menentukan bagi pembentukan wajah Indonesia kedepan. Wajah Indonesia yang demokratis dan pluralistis, sesuai dengan nilai keadilan sosial, kesejahteraan rakyat dan kemanusiaan. Dengan melihat kembali dari hasil-hasil perubahan itu, kita akan dapat dinilai apakah rumusan-rumusan perubahan yang dihasilkan memang dapat dikatakan lebih baik dan sempurna. Dalam artian, sampai sejauh mana rumusan perubahan itu telah mencerminkan kehendak bersama. Perubahan yang menjadi kerangka dasar dan sangat berarti bagi perubahan-perubahan selanjutnya. Sebab dapat dikatakan konstitusi menjadi monumen sukses atas keberhasilan sebuah perubahan.






1.2 RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, dapat dirumuskan masalah-masalah yang akan dibahas pada penulisan kali ini. Masalah yang dimaksud adalah sebagai berikut:
1.       Apakah pengertian negara itu?
2.      Bagaimana teori terjadinya Negara?
3.      Apa saja unsur-unsur dari Negara?
4.      Bagaimana tentang Negara Indonesia?
5.      Apakah pengertian konstitusi itu?
6.      Bagaimana sifat-sifat dari konstitusi?
7.      Apa maksud dari konstitusi?
8.      Bagaimana nilai dari konstitusi?

1.3 TUJUAN PENULISAN
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1.      Untuk mengetahui pengertian Negara
2.      Untuk mengetahui teori terjadinya Negara dan unsur-unsur Negara
3.      Memahami tentang Negara Indonesia
4.      Mengetahui pengertian dari konstitusi
5.      Memahami sifat-sifat dari konstitusi dan nilai-nilai dari konstitusi.










BAB II
PEMBAHASAN

2.1  NEGARA

2.1.1        PENGERTIAN NEGARA
Negara adalah suatu permukaan di muka bumi yang kekuasaannya baik politik, militer, ekonomi, sosial, maupun budayanya diatur oleh pemerintahan yang berada di wilayah tersebut. Dalam sejarah ketatanegaraan pengertian-pengertian tentang Negara senantiasa berubah-ubah. Hal ini disebabkan oleh karena pengertian-pengertian itu dilahirkan menurut panggilan zamannya dan juga karena alam pikiran dari penciptanya tidak bebas dari kenyataan-kenyataan yang hidup di sekitarnya.
Pada zaman Yunani kuno para ahli telah mencari rumusan itu dan diantaranya adalah yang Aristoteles yang hidup pada tahun 384-322 sebelum masehi yang telah merumuskan arti Negara dalam bukunya  yang berjudul politica.
Secara historis pengertian Negara senantiasa berkembang sesuai dengan kondisi masyarakat pada saat ini. Pengertian tentang Negara telah banyak di definisikan oleh para ahli filsuf Yunani Kuno, para ahli abad pertengahan, sampai abad modern. Beberapa pendapat tersebut antara lain:
a.       Pendapat Aristoteles (Schmandt, 2002), negara adalah komunitas keluarga dan kumpulan keluarga yang sejahtera demi kehidupan yang sempurna dan berkecukupan.
b.      Jean Bodin (Schmandt, 2002), negara sebagai pemerintahan yang tertata dengan baik dari beberapa keluarga serta kepentingan bersama mereka oleh kekuasaan berdaulat.
c.       Riger Soltau, (Budiardjo, 2007; Agustino, 2007; Kaelan dan Achmad Zubaidi, 2007), negara adalah alat atau wewenang yang mengatur atau mengendalikan persoalan bersama atas nama masyarakat.
d.      Robert M. Mac Iver (Soehino,1998;Agustino,2007), negara adalah asosiasa yang menyelenggarakan penertiban dalam suatu wilayah berdasarkan sistem hukum diselenggarakan oleh pemerintah diberi kekuasaan memaksa.
e.       Miriam Budiardjo (2007), negara adalah suatu daerah teritorial yang rakyatnya diperintah oleh sejumlah pejabat dan berhasil menuntut dari warganya untuk ketaatan melalui kekuasaan yang sah.
Sedangkan Negara menurut faham sekarang telah mempunyai wilayah yang luas sekali dan dengan jumlah penduduk yang besar, dan negara juga merupakan suatu wilayah yang memiliki suatu sistem atau aturan yang berlaku bagi semua indifidu di wilayah tersebut, dan berdiri secara independen (berdiri sendiri).

2.1.2                       TEORI TERJADINYA NEGARA
a.       Teori Teokrasi, menurut teori ini, negara berdasarkan kehendak Tuhan. Paham ini muncul bahwa keyakinan keagamaan bahwa Tuanlah maha pencipta di langit dan bumi, pemegang kekuasaan tertinggi, tiada kekuasaan di dunia ini yang tidak berasal dari tuhan, termasuk negara. Penganut teori ini Thomas Aquinas, Agustinus, FJ. Sthal, maupun Hegel.
b.      Teori Organik, teori ini pertama kali diperkenalakan oleh Plato bahwa negara organic bukanlah rakyat semata yang menjadi badan politik, juga bukan orang yang tinggal di wilayah geografis saja, tapi negara harus ada ikatan yang muncul yaitu keadilan. Negara muncul karena ada kebutuhan yang sangat banyak dan beragam.
c.       Teori Perjanjian, masyarakat memandang terjadinya suatu Negara karena adanya perjanjian masyarakat.
d.      Teori Kekuasaan, menurut teori kekuasan, siapa yang berkemampuan untuk memiliki kekuasaan atau berhasil mencapai kekuasaan, selayaknya memegangg pucuk pemerintahan.
e.       Teori Kedaulatan, rakyat memandang keberadaan negara karena adanya kekuasaan tertinggi yang mampu mengatur kehidupan bersama masyarakat (negara).



2.1.3                       UNSUR-UNSUR NEGARA
Sebagai suatu organisasi, negara memiliki unsur-unsur yang tidak dimiliki oleh organisasi apapun yang ada didalam masyarakat. Secara umum, unsur Negara ada yang bersifat konstitutif dan ada yang bersifat deklaratif. Unsur konstitutif yaitu unsur yang mutlak atau harus ada di dalam suatu Negara. Sedangkan unsur deklaratif yaitu menerangkan tentang adanya negara.
Untuk melengkapi arti negara perlu kiranya diuraikan unsur-unsur Negara. Yang dimaksud unsur-unsur negara adalah bagian-bagian yang menjadikan Negara itu ada. Dengan lengkapnya unsur-unsur itu maka lengkaplah Negara bagaikan sebuah rumah yang bertiang lengkap.
Unsur-unsur Negara dikenal tiga hal yaitu:
1)                  Wilayah tertentu
Yang dimaksud wilayah tertentu ialah batas wilayah dimana kekuasaan Negara itu berlaku. Dengan lain perkataan kekuasaan Negara itu tidak berlaku diluar batas wilayah karena dapat menimbulkan sengketa internasional, walaupun sebagai pengecualian dikenal apa yang disebut daerah-daerah eksteritorial  yang artinya kekuasaan Negara yang bisa berlaku di luar daerah kekuasaannya sebagai pengecualian misalnya di tempat kediaman kedutaan asing berlaku kekuasaan Negara asing itu.
Suatu Negara tidak bisa berdiri tanpa adanya suatu wilayah. Disamping pentingnya unsur wilayah dengan batas-batas yang jelas, penting pula keadaan khusus wilayah yang bersangkutan, yang artinya apakah layak suatu wilayah itu masuk suatu Negara tertentu atau sebaliknya dipecah menjadi wilayah berbagai Negara. Mengenai batas wilayah Negara orang tidak dapat melihat dalam undang-undang dasar Negara. Tapi merupakan ketentuan dalam perjanjian antara dua Negara yang bersifat bilateral. Dan jika lebih dari dua Negara perjanjian itu disebut multilateral.
Wilayah atau territoir mempunyai arti luas yang meliputi:
a.                   Udara
b.                   Darat
c.                   Laut
Ketiganya itu ditentukan oleh perjanjian internasional.
2)                  Rakyat
Rakyat merupakan suatu unsur yang terpenting dalam suatu Negara. Rakyat atau Negara merupakan suatu individu yang berkepentingan dalam suksesnya suatu tatanan dalam pemerintah. Pentingnya unsur rakyat dalam suatu Negara tidak hanya diperlukan dalam ilmu kenegaraan, tetapi perlu juga melahirkan apa yang disebut ilmu kemasyarakatan (sosiologi) suatu ilmu pengetahuan baru yang khusus menyelidiki, mempelajari hidup kemasyarakatan, dan rakyat juga merupakan sekumpulan orang yang hidup di suatu tempat. Ada istilah rumpun (ras), bangsa (natie), suku yang erat pengertiannya dengan rakyat. Tanpa rakyat, mustahil Negara akan terbentuk. Leacock mengatakan, “Negara tidak akan berdiri tanpa adanya sekelompok orang yang mendiami bumi ini” hal ini menimbulkan pertanyakan, berapakan jumlah penduduk untuk membentuk sebuah Negara.
Plato mengatakan bahwa untuk membentuk suatu Negara wilayah tersebut membutuhkan lima ribu empat puluh (5040) penduduk. Pendapat ini terntu saja tidak berlaku di jaman modern ini. Rakyat terdiri dari penduduk dan bukan penduduk. Penduduk adalah semua orang yang bertujuan menetap dalam wilayah suatu Negara tertentu. Penduduk suatu Negara dapat dibedakan menjadi warga Negara dan bukan warga Negara. Warga Negara adalah mereka yang menurut hukum menjadi warga dari suatu Negara sedangkan yang tidak termasuk warga Negara adalah orang asing (WNA).
3)                  Pemerintahan yang berdaulat
Organisasi Negara mempunyai badan pimpinan dan badan pengurus yang memimpin dan mengurus Negara. Badan demikian disebut pemerintah, dan fungsinya disebut pemerintahan. Memerintah berarti menjalankan tugas pemerintahan. Maka pemerintah dan pemerintahan harus bisa membedakan.
Kata pemerintah dan pemerintahan dapat diartikan luas atau sempit. Dalam arti yang luas pemerintah adalah keseluruhan dari badan pengurus Negara dengan segala organisasi, segala bagian-bagiannya dan segala pejabat-pejabatnya yang menjalankan tugas Negara dari pusat sampai ke plosok-plosok daerah. Dalam arti yang sempit pemerintah berarti suatu badan pimpinan terdiri dari seorang atau beberapa orang yang mempunyai peranan pimpinan dan menentukan dalam pelaksanaan tugas Negara. Pemerintah ialah kepala Negara dengan para menteri yang kini lazim disebut dengan kabinet. Sedangkan pemerintahan adalah fungsi (tugas) dari pada pemerintah baik dalam arti sempit maupun dalam arti luas.
4)                  Pengakuan
Pengakuan terdiri dari dua, yaitu pengakuan secara de facto (factual) dan pengakuan secara de jure (yuridis). Pengakuan pertama hanya bersifat sementara dan hanya melihat dari fakta-fakta politik yang ada, belum merupakan pengakuan yang sempurna atas Negara tersebut. Sementara itu, pengakuan kedua (de jure) merupakan pengakuan yang sempurna dan bersifat tetap (permanen).

2.1.4                       BENTUK NEGARA
1)      Negara Kesatuan (unitaris)
Negara kesatuan adalah negara yang tersusun tunggal, negara yang hanya berdiri satu negara saja, tidak terdapat negara dalam suatu negara. Dalam pelaksanaan pemerintah derah di negara kesatuan dapat di laksanakan dengan dua alternative system, yaitu:
a.       Sistem desantralisasi, dimana daerah-daerah diberikan keleluasaan dan kekuasaan untuk mengurus rumah tangganya sendiri (otonomi)
b.      Sistem sentralisasi: dimana segala sesuatu urusan dalam Negara tersebut langsung diatur an di urus oleh pemerintah pusat, termasuk segala hal yang menyangkut pemerintahan dan kekuasaan di daerah.
2)      Negara Serikat (federasi)
Negara serikat adalah negara yang merupakan gabungan dari beberapa, kemudian menjadi negara-negara bagian dari pada suatu Negara Serikat.
2.1.5                       TUJUAN NEGARA
Tidak ada suatu Negara yang tidak mempunyai tujuan. Paham sarjana-sarjana ada yang mengemukakan tujuan Negara itu dihubungkan dengan tujuan akhir manusia dan ada pula yang menghubungkannya dengan kekuasaan.
Tujuan Negara ialah Negara itu sendiri. Menurut Hegel Negara itu adalah person yang mempunyai kemampuan sendiri dalam mengejar pelaksanaan ide umum. Ia memelihara dan menyempurnakan diri sendiri. Maka kewajiban tertinggi manusia adalah menjadi warga Negara sesuai dengan undang-undang.

Ada beberapa pendapat dari menteri salah satu kerajaan Tiongkok:
a.                  Agustinus menyatakan tujuan Negara adalah dihubungkan dengan cita-cita manusia hidup di alam kekal yaitu sesuai yang diinginkan
b.                  Shang Yang menghubungkan tujuan Negara dengan mencari kekuasaan semata, sehingga Negara ini identik dengan penguasa.
c.                  Menurut Jhon Locke dengan pembentukan political or civil society, manusia itu tidak melepaskan hak asasinya.

Tujuan Negara memelihara dan menjamin hak asasi manusia dan kemerdekaan:
Tujuan Negara memelihara dan menjamin hak-hak asasi yaitu:
·                     Hak hidup/ nyawa (leven)
·                     Hak badan (lijf)
·                     Hak atas harta benda (vermogen)
·                     Hak atas kehormatan (eer)
·                     Hak kemerdekaan (vrijheid)
Kemudian Vrijheid (freedom=kemerdekaan) oleh Rou sevelt di bagi:
·                     Freedom from want
·                     Freedom from fear
·                     Freedom of speech
·                     Freedomof religion
·                     Freedom of doing mistake (tambahan oleh Gandi)
Dan juga tambahan oleh Soekarno: Freedom to be free.
Pada zaman modern ini lazimnya tujuan negara itu menyelenggarakan kesejahteraan dan kebahagiaan rakyatnya demi tercapainya masyarakat adil dan makmur.

2.1.6 NEGARA INDONESIA
Berdasarkan berbagai teori terjadinya negara, kedaulatan Negara, serta bentuk dan tujuan Negara, maka Negara Indoneia yang di proklamasikan tanggal 17 Agustus 1945, dapat dijelaskan secara teoristis sebagai berikut:
1.      Lahirnya Negara Indonesia
Indonesia merdeka tanggal 17 Agustus 1945 dalam Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang melahirkan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Negara Kesatuan RI bukanlah merupakan tujuan terakhir perjuangan bangsa Indonesia, melainkan merupakan alat untuk melanjutkan perjuangan bangsa Indonesia mencapai cita-cita, membentuk masyarakat adil makmur, aman sentosa berlandaskan pancasila.
Meskipun ditinjau berdasarkan unsur-unsur yang membentuk negara, hampir semua negara memiliki kesamaan, namun ditinjau dari segi tumbuh dan terbentunya negara serta susunan negara, setiap negara di dunia ini memiliki spesifikasi serta ciri khas masing-masing. Demikian pula negara-negara lain di dunia tumbuh dan berkembang dengan ciri khas dan sejarahnya masing-masing.
Demikian pula bangsa dan Negara Indonesia tumbuh dan berkembang dengan dilatar belakangi oleh kekuasaan dan penindasan bangsa asing seperti penjajahan Belanda serta Jepang. Oleh karena itu bangsa Indonesia tumbuh dan berkembang dilatar belakangi oleh adanya kesatuan nasib, yaitu bersama-sama dalam penderitaan di bawah penjajahan bangsa asing serta berjuang merebut kemerdekaan. Selain itu yang sangat khas bagi bangsa Indonesia adalah unsur-unsur etnis yang membentuk bangsa itu sangat beraneka ragam, baik latar belakang budaya seperti bahasa, adat kebiasaan serta nilai-nilai yang dimilikinya. Oleh karena itu terbentuknya bangsa dan negara Indonesia melalui suatu proses yang cukup panjang. Sejak masa sebelum bangsa asing menjajah Indonesia, seperti masa kejayaan kerajaan Kutai, Sriwijaya, Majapahit dan kerajaan-kerajaan lainnya. Kemudian datanglah bangsa asing ke Indonesia maka bangsa Indonesia saat itu bertekad untuk membentuk suatu persekutuan hidup yang disebut bangsa, sebagai unsur pokok negara melalui Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928. Isi sumpah itu merupakan suatu tekad untuk mewujudkan unsur-unsur negara yaitu satu nusa (wilayah) negara, satu bangsa (rakyat), dan satu bahasa, sebagai bahasa pengikat dan komunikasi antar warga negara, dan dengan sendirinya setelah kemerdekaan kemudian dibentuklah suatu pemerintahan negara.
Prinsip-prinsip negara Indonesia dapat dikaji melalui makna yang terkandung di dalam Pembukaan UUD 1945. Kita dapat mempelajari serta menelaah dokumen kenegaraan Indonesia, diantaranya adalah Pembukaan UUD 1945 terutama pada alenea satu sampai tiga yang dapat dijelaskan sebagai berikut. Alinea I, menjelaskan tentang latar belakang terbentuknya negara dan bengsa Indonesia, yaitu tentang kemerdekaan adalah hak kodrat segala bangsa di dunia yang sadar dan bangkit melawan penjajah, dan penjajahan itu tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan oleh karena itu harus dihapuskan. Alinea ke II menjelaskan tentang perjalanan perjuangan bangsa Indonesia dalam memperjuangkan kemerdekaan, alinea III menjelaskan tentang kedudukan kodrat manusia Indonesia sebagai bangsa yang religious yang kemudian pernyataan kemerdekaan.


2.      Kedaulatan Indonesia
Pernyataan bangsa Indonesia terkait dengan kedaulatan Indonesia dapat diketahui dalam pembukaan UUD 1945 pada alenea empat. Adapun alinea IV, menjelaskan tentang terbentuknya bangsa dan negara Indonesia, yaitu adanya rakyat Indonesia, pemerintahan negara Indonesia yang disusun berdasarkan Undang-Undang Dasar negara, wilayah negara serta dasar filosofis negara yaitu Pancasila (Notonagoro, 1975). Ketentuan lain dapat dijumpai pada pasal 1 ayat (1) UUD 1945 Amandemen, Kedaulatan ada ditangan rakyat dan dilakukan menurut Undang0Undang dasar. Pasal ini dengan tegas menyebut, bahwa Kedaulatan Negara bersumber pada kedaulatan rakyat, dan rakyat sebagai pemegang kekuasaan tertinggi, yang pelaksanannya dilakukaan berdasarkan Undang-Undang Dasar..
Dengan memperhatikan pasal tersebut maka, bangsa Indonesia menyatakan dirinya secara langsung dalam UUD 1945 bahwa Indonesia menganut teori kedaulatan rakyat, yang pelaksanaannya kembali diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 Amandemen. Disamping pengakuan kedaulatan rakyat, bangsa Indonesia juga dipengaruhi pada teori kedaulatan hukum, dimana dalam tujuan pokok pikiran yang terkandung dalam UUD 1945, sebagaimana pernah dimuat dalam pasal 1 ayat (3) UUD 1945 Amandemen, menyatakan, Indonesia adalalah Negara hukum.
3.      Tujuan Negara Indonesia
Tujuan bernegara bangsa Indonesia yang harus diwujutkan oleh pemerintah Indonesia sebagaimana tercantum dalam pembukaan UUD 1945 adalah:
Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, Memajukan kesejahteraan umum, Mencerdaskan kehidupan bangsa,
Ikut melaksanakan ketertiban dunia, berdasarkan pedamaian abadi, dan keadilan social.
Dari tujuan tersebut maka tujuan Negara Indonesia dipengaruhi oleh teori tyujuan Negara untyuk menunjukkan suatu ketertiban. Bila dilihat secara umum, bahwa tujuan bangsa Indonesia adalah mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila, lebih menekankan pada terwujudnya kesejahteraan bangsa Indonesia yang mampu bertindak atas dasr nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila, baik perannya sebagai individu maupun dalam kehidupan social bangsa Indonesia.
4.      Bentuk Negara Indonesia
Dilihat dari bentuk Negara, Indonesia termasuk pada Negara kesatuan dengan bentuk pemerintahan republik. Bentuk kesatuan tercantum pada Pasal UUD 1945, dengan system desentralisasi dimana daerah-daerah dalam wilayah Negara diberikan hak otonomi, dengan titik berat otonomi pada daerah kabupaten dan kota. Pembagian wilayah Negara seperti tercantum dalam Pasal 18 UUD 1945, yang menyatakan. Istilah republic sebagai kelanjutan dari Negara kesatuaan yang berbentuk republic menunjuk pada system pemerintah Negara yang dipimpin oleh Presiden.
2.2 KONSTITUSI
Konstitusi berarti hukum dasar, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis. Hukum dasar yang tertulis biasa disebut dengan Undang-Undang Dasar, sedang Hukum Dasar yang tidak tertulis disebut Konvensi, yaitu kebiasaan ketatanegaraan atau aturan-aturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam praktek penyelenggaraan negara. Karena perkembangan zaman jarang sekali semua hal diatur dalam suatu Undang-Undang Dasar. Merubah Undang-Undang Dasar adalah agak sulit dan prosedural, karena itu dalam menyelenggarakan pemerintahan dibutuhkan konvensi-konvensi.
Hal ini menimbulkan gagasan mengenai living constitution[1] dalam arti bahwa suatu konstitusi yang benar-benar hidup dalam masyarakat tidak hanya terdiri dari naskah yang tertulis saja akan tetapi juga meliputi konvensi-konvensi. Undang-Undang Dasar 1945 juga menganut faham ini.
Definisi dari kontitusi menurut E.C.S. Wade[2] adalah naskah yang memaparkan rangka dan tugas pokok dari badan-badan pemerintahan suatu negara dan menentukan pokok-pokok cara kerja badan-badan tersebut. Kemudian Herman Fiener[3] menamakan Undang-undang Dasar sebagai riwayat hidup suatu hubungan kekuasaan.

2.2.1 PENGERTIAN KONSTITUSI
Sering dalam buku pelajaran ada anggapan umum bahwa pengertian konstitusi adalah sama dengan Undang-undang Dasar. Pendapat ini adalah keliru, sebab pengertian konstitusi adalah jauh lebih luas dari Undang-undang Dasar. Pengertian tersebut di atas dikemukakan oleh Herman Heller dalam bukunya Verfassunglehre (ajaran tentang konstitusi). Ia membagi konstitusi dalam tiga tingkat yaitu :
1.      Konstitusi sebagai pengertian Sosial Politik
Pada pengertian ini, konstitusi belum merupakan pengertian hukum, ia baru mencerminkan keadaan sosial politik suatu bangsa itu sendiri. Disini pengertian hukum adalah sekunder, yang primer adalah bangunan-bangunan masyarakat atau political decission. Bangunan-bangunan ini adalah keputusan masyarakat sendiri, misalnya siapa yang menjadi kepala suku, pembantu, dan sebagainya.
2.      Konstitusi sebagai suatu pengertian hukum (Rech-tsfervassung)
Pada pengertian ini, keputusan-keputusan masyarakat tadi dijadikan suatu perumusan yang normatif, yang kemudian harus berlaku (gehoren). Pengertian politik diartikan sebagai eine seine yaitu suatu kenyataan yang harus berlaku dan diberikan suatu sanksi kalau hal tersebut dilanggar. Dalam hal ini kita bisa mengambil contoh dalam tingkat pertama seperti yang telah dikemukakan di atas misalnya sifat tukar menukar dalam suatu perdagangan kemudian dijadikan jual-beli, sewa-menyewa. Dalam bentuk yang kedua ini kemudian mengandung pengertian-pengertian hukum (Rechtsfervassung). Rechtsfervassung ini tidak selalu tertulis, misalnya hukum adat. Di sini kita melihat apa yang disebut abstraksi (konstruksi) yaitu suatu cara dalam ilmu pengetahuan hukum untuk menarik unsur-unsur hukum dari kenyataan sosial yang kemudian dijadikan perumusan-perumusan hukum. Seperti halnya dengan tukar menukar tadi kemudian dijadikan jual beli (bagian dari hukum perjanjian).
Rechtsfervassung ada juga yang tertulis. Hal ini timbul sebagai pengaruh dari aliran kodifikasi yaitu yang menghendaki sebagian hukum ditulis, dengan maksud untuk :
·         Mencapai kesatuan hukum (rechtseineheid)
·         Kesederhanaan hukum (rechtsvereenvoudiging)
·         Kepastian hukum (rechtszekerheid)
3.      Konstitusi sebagai suatu peraturan hukum tertinggi dan tertulis yang berlaku pada suatu negara.
Pengertian yang ini adalah suatu peraturan hukum yang ditulis. Dengan demikian Undang-undang Dasar adalah salah satu bagian dari konstitusi dan bukan sebagai penyamaan pengertian menurut anggapan-anggapan sebelumnya. Penyamaan pengertian adalah pendapat yang keliru dan bila ada penyamaan pengertian maka ini adalah akibat pengaruh dari aliran kodifikasi (aliran modern).
Penyamaan pengertian konstitusi dengan undang-undang dasar tidak hanya akibat dari aliran kodifikasi tetapi jauh sebelumnya sejak Oliver Cromwell menjadi Lord Protektorat tahun 1660, Grundgezetz (UUD) telah disamakan dengan Instrument of Government yaitu pegangan untuk memerintah. Sejak itu timbul identifikasi pengertian UUD dengan Konstitusi. Tahun 1687 pengertian konstitusi Cromwell dioper oleh Amerika dan dimasukkan ke Perancis pada tahun 1789 oleh Lafayette.
Pengertian undang-undang dasar adalah lebih sempit daripada pengertian konstitusi, demikian menurut Laselle dalam bukunya Uber Verfassungswesen (sifat konstitusi). IA adalah tokoh sosialisme yang mendirikan seikat-serikat buruh di Perancis dan merupakan lawan dari Marx dan Hegel dalam memperjuangkan sosialisme.
Lasalle membagi konstitusi dalam dua pengertian, yaitu :
a.       Konstitusi merupakan hubungan antara kekuasaan yang terdapat dalam masyarakat (faktor kekuatan riil) misalnya : Presiden, Angkatan bersenjata, partai-partai, Pressure Group, Buruh, Tani dan sebagainya.
b.      Konstitusi adalah apa yang ditulis di atas kertas mengenai lembaga-lemvbaga negara dan prinsip-prinsip memerintah dari suatu negara. Sama dengan faham kodifikasi.
Pengertian lain-lain dari konstitusi diberikan oleh seorang sarjana Jerman bernama Carl Schmitt membahas kontitusi dengan mengemukakan 4 pengertian dari konstitusi yakni:
1)      Konstitusi dalam arti absolut, konstitusi ini mencakup seluruh keadaan atau struktur dalam negeri itu. Negara disebutkan sebagai suatu ikatan dari manusia yang mengorganisir dirinya dalam wilayah tertentu, maka oleh karena itu konstitusi harus pula menentukan segala apa yang ada dalam negara itu. Konstitusi harus menentukan segala macam kerja sama dalam negara. Kalau bentuk kerja sama itu disebutkannya dengan demokratis maka konstitusi itu dengan sendirinya akan mencegah bentuk-bentuk kerjasama yang tidak demokratis dalam negara tersebut. Dia menentukan segala bentuk kerjasama dalam organisasi negara. Jadi dialah yang menetukan norma formarum artinya bentuk dari segala bentuk yang ada dalam negara. Jadi disinilah letak segi absolut yang menurut Kelsen adalah hukum yang tertinggi atau norma formarum.
2)      Konstitusi dalam arti relatif, konstitusi ini mempunyai segi relatif karena adanya proses relatifering daripada konstitusi tersebut. Proses ini berlangsung terutama disebabkan karena konstitusi itu dianggap sebagai sebuah naskah penting yang sulit untuk diubah-ubah dan dengan sendirinya dapat menjamin adanya kepastian hukum sehingga apa yang termuat di dalamnya terjamin kelanggengannya.
3)      Konstitusi dalam arti positif, dalam pengertian ini konstitusi merupakan suatu putusan yang tertinggi daripada rakyat atau orang-orang yang tergabung dalam organisasi yang disebut negara.
4)      Konstitusi dalam arti yang ideal, disini konstitusi mengandung arti sebagai wadah yang menampung suatu ide yang dicantumkan satu per satu sebagai isi konstitusi sebagaimana dimaksud dalam pengertian konstitusi dalam arti relatif di atas.

2.2.2 SIFAT DARI KONSTITUSI
Menurut Prof. K. C. Wheare sifat dari konstitusi dapat dibagi sebagai berikut:
1.      Tertulis dan tidak tertulis
Dalam dunia modern, faham yang membedakan tertulis atu tidak tertulis suatu konstitusi hampir tidak ada. Kalau masih ada konstitusi yang tidak tertulis hanya ada di Inggris. Konstitusi di Inggris seperti disebutkan oleh Dicey dapat dibagi atas dua golongan besar yaitu :
·         The Law of the Constitution (hukum konstitusi)
Unsur-unsur utama dari Hukum Konstitusi adalah :
a.       Historic Documents (dokumen-dokumen sejarah)
b.      Parliamentary Statues (Undang-undang yang dibuat oleh Parlemen)
c.       Judicial Decissions (keputusan-keputusan pengadilan)
d.      Principles and Rule of Common Law (prinsip-prinsip dan ketentuan hukum kebiasaan Inggris)
·         The Conventions of the Constitutions (konvensi-konvensi)
Unsur-unsur utama dari convention of contitution adalah :
a.       Kelaziman (habits)
b.      Tradisi-tradisi (Traditions)
c.       Kebiasaan-kebiasaan (customs)
d.      Praktek-praktek (Practices)
Unsur-unsur tersebut mengatur sebagian besar aktifitas-aktifitas sehari-hari dari pemerintahan di Inggris.
Perbedaan antara hukum konstitisi dan konvensi kontitusi terletak pada yang satu tertulis dan yang lain tidak tetapi bentuk hukum konstitusi diakui dan dapat dipaksakan oleh pengadilan sedangkan bentuk konvensi konstitusi betapapun pentingnya dalam praktek tak dapat dipaksakan melalui badan-badan peradilan.
2.      Fleksibel atau rigid
Fleksibel atau rigidnya suatu konstitusi tergantung pada 3 hal yaitu :
a.       Mudah atau tidak mudah dirubah, hal ini tergantung dari pasal-pasal konstitusi itu sendiri (juridis formil).
b.      Mudah dan tidak dalam menyesuaikan diri dengan perkembangan masyarakat, hal ini tergantung dari isi dan banyaknya pasal-pasal dari konstitusi itu sendiri. Perubahan kebutuhan dari masyarakat tidak perlu menyentuh konstitusi, cukup dengan membuat peraturan yang lebih rendah atau peraturan pelaksanaan. Kalau konstitusi itu mudah menyesuaikan dirinya dengan perkembangan masyarakat disebut flexible sedangkan kalau tidak disebut rigid. Konstitusi yang mudah menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman biasanya terdiri dari sedikit pasal dan konstitusi yang tidak mudah menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman biasanya terdiri dari banyak pasal. Akibatnya kalau keputusan sudah diatur kemudian berubah pimpinan, maka pasal-pasal yang mengatur pimpinan ini harus dirubah.
c.       Tergantung kekuatan yang nyata dalam masyarakat, suatu konstitusi dikatakan fleksibel atau rigid juga tergantung dari kekuatan-kekuatan yang terdapat dalam masyarakat negara bersangkutan. Kekuatan dalam masyarakat itu misalnya angkatan bersenjata, buruh, tani, partai politik, dan sebagainya. Kalau kekuatan dalam masyarakat tidak sering berubah maka undang-undang bisa bertahan lama dan ini disebut rigid. Atau sebaliknya kalau sering berubah maka disebut fleksibel. Konstitusi suatu negara seharusnya tidak sering berubah, sebab kalau sering berubah mengakibatkan kemerosotan dari kewibawaan konstitusi itu sendiri. Merubah undang-undang bisa diartikan :
·           Secara artifisial, dipaksa dibuat. Ini dilakukan melalui revolusi, perebutan kekuasaan, mencaplok negara lain dan sebagainya.
·           Karena kehidupan sosial masyarakat itu sudah berubah (sudah jauh dari yang tertulis

2.2.3 FUNGSI KONSTITUSI
Fungsi dan kedudukan konstitusi antara lain :
1.      Membatasi kekuasaan pemerintah atau penguasa dan menjamin hak warga negara.
2.      Merupakan percerminan keadaan masyarakat dan negara bersangkutan.
3.      Memberi petunjuk dan arahan kemana negara akan di bawa.
4.      Dasar dan sumber hukum bagi peraturan perundangan di bawahnya.
5.      Produk politik yang tertinggi bagi suatu bangsa dalam membentuk dan menjalankan negara.
6.      Membagi kekuasaan dalam negara.
2.2.4 MAKSUD DARI KONSTITUSI
Setiap undang-undang dasar mempunyai maksud. “Dalam tiap konstitusi yang modern ada tercantum bahwa tujuan negara adalah untuk memelihara dan mengembangkan kesejahteraan serta keselamatan warga negara”.
Ada yang menyebutkan tujuan itu dalam pembukaan undang-undang dasarnya dan ada pula dalam batang tubuhnya atau dalam kedua-duanya. Sebagai contoh undang-undang dasar atau konstitusi Amerika Serikat yang memuat tujuan daripada negara di dalam preambul konstitusi Amerika Serikat 1787 yaitu untuk memajukan persatuan nasional, keadilan, perdamaian, kemerdekaan dan kesejahteraan umum.
Dalam konstitusi Indonesia dapat dilihat pada pembukaan dan batang tubuh Undang-undang Dasar 1945. Dalam pembukaan disebutkan dalam alinea ke 4 yaitu :
“Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan dan perdamaian abadi dan keadilan sosial maka disusunlah kemerdekaan bangsa Indonesia itu dalam suatu Undang-undang Dasar Negara Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”
2.2.5 NILAI DARI KONSTITUSI
Karl Laewenstein[4] memberikan tiga tingkatan nilai pada konstitusi yaitu :
a.       Nilai yang bersifat normatif :
Peraturan hukum yang bersifat normatif ialah kalau peraturan hukum itu masih dipatuhi oleh masyarakat, kalau tidak ia merupakan peraturan yang mati atau ideal, tidak pernah terwujud. Jadi konstitusi yang bersifat normatif, jika konstitusi itu resmi diterima oleh suatu bangsa dan bagi mereka bukan saja berlaku dalam arti hukum (legal) tetapi juga merupakan kenyataan dalam arti sepenuhnya.
b.      Nilai yang bersifat Nominal
Maksudnya, kalau konstitusi itu kenyataannya tidak dilaksanakan dan hanya disebutkan namanya saja. Dengan kata lain konstitusi tersebut menurut hukum berlaku tetapi tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya yaitu tidak memiliki kenyataan yang sempurna.
c.       Nilai yang besifat semantik
Hal ini menjelaskan bahwa suatu konstitusi yang dilaksanakan dan diperlukan dengan penuh, tetapi hanyalah sekedar memberi bentuk dari tempat yang telah ada untuk melaksanakan kekuasaan politik. Maksud esensil dari suatu konstitusi adalah mobilitas kekuasaan yang dinamis untuk mengatur, tetapi dalam hal ini dibekukan demi untuk kepentingan pemegang kekuasaan yang sebenarnya.


BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Negara dalam arti sempit adalah suatu wilayah yang mencakup darat, air, serta wilayah, yang terkait dalam territorial dan dihuni oleh suatu bangsa serta diakui secara de facto dan de jure. tertulis dalam Undang-Undang,
Sedangkan konstitusi dalam arti adalah sebagai hukum dasar yang tertulis dan tidak tertulis atau Undang-Undang. Dan dalam arti luas konstitusi sebagai hukum dasaryang tertulis atau  Undang-Undang Dasar dan hukum dasar yang tidak tertulis atau konvensi.
Dengan adanya pembagian wewenang dan cara bekerja berbagai lembaga kenegaraan serta perlindungan hak asasi manusia, masyarakat Indonesia terasa lebih terlindungi dengan hal itulah perkembangan konstitusi di Indonesia.
3.2    SARAN
Pembentukan konstitusi sangatlah penting dalam kehidupan bernegara. Sebaiknya setiap Negara memiliki konstitusi yang sesuai dengan masyarakat yang ada di dalam Negara itu, karena dengan konstitusi yang sesuai dengan kehidupan masyarakat di suatu Negara maka Negara akan bisa lebih berkembang dan maju dalam kehidupan sosialnya.







Penutup

Sempurna setidaknya kita dapat mengimplementasikan tulisan ini. Masih banyak kesalahan dari penulisan kelompok kami, karena manusia yang adalah tempat salah dan dosa. Kami juga membutuhkan saran atau kritik agar bisa menjadi motivasi untuk masa depan yang lebih baik dari pada sebelumnya . Kami juga menngucapkan terimakasih kepada dosen pembimbing mata kuliah pendidikan kewarganegaraan Nuning Rodiyah yang telah memberi kami tugas kelompok  demi kebaikan kita semua. Mungkin inilah yang diwacanakan pada penulisan kelompok ini meskipun makalah ini jauh dari kata.














Daftar pustaka



Wahyono, Panmo, Catatan Kuliah Ilmu Negara ,FH_UI, Jakarta: Gaya Media Pratama, 1964.

Yamin,Moh., Proklamasi dan Konstitusi  RI, djambatan, Jakarta: Rajawali Pers, 1951.

Soekarno, Sunsunan Negara Kita Jambatan, Jakarta: PT Ghaliah Indonesia, 1951.

Busroh Abu Daud,S.H., Ilmu Negara ,Bumi Aksara: Pradnya Paramita, 1990.

Priyo Sukonto, Bambang. dkk. Panduan Belajar Pendidikan Kewarganegaraan 12 SMA IPS.
Yogyakarta: Lembaga Pendidikan Primagama, 2010.



[1] Miriam Budiarjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, hal.103, Gramedia, Jakarta, 1977.
[2] Lihat Miriam Budiarjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, hal. 96, Gramedia, Jakarta, 1977.
[3] Ibid, hal 96.
[4] Lihat Moh. Koesnardi, SH dan Harmaily Ibrahim, SH, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, hal. 72, Pusat Studi Hukum Tata Negara, FHUI, Jakarta, 1983

Tidak ada komentar:

Posting Komentar