KATA
PENGANTAR
Puji syukur kami penjatkan kehadirat
Allah SWT, yang atas rahmat-Nya maka kami dapat menyelesaikan penyusunan
makalah yang berjudul “ Negara dan Konstitusi”.
Penyusunan makalah ini merupakan
salah satu tugas dan persyaratan untuk menyelesaikan tugas mata kuliah
Pancasila di Universitas Muhammadiyah Sidoarjo.
Dalam penyusunan makalah ini kami
merasa masih banyak kekurangan-kekurangan baik pada teknis penyusunan maupun
materi, mengingat akan kemampuan yang dimiliki oleh kami. Untuk itu kritik dan
saran dari semua pihak sangat kami harapkan demi penyempurnaan penyusunan
makalah ini.
Dalam penyusunan makalah ini kami
menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada pihak-pihak yang
membantu dalam menyelesaikan makalah ini, khususnya kepada :
- Ibu Nuning Rodiyah M.Pd.I selaku Guru Mata Kuliah
Pancasila yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam
pelaksanaan bimbingan, pengarahan, dorongan dalam rangka penyelesaian
penyusunan makalah ini.
- Rekan-rekan semua di Program Studi PGMI Semester
1 Universitas Muhammadiyah Sidoarjo.
- Secara khusus penyusun menyampaikan terima kasih
kepada keluarga tercinta yang telah memberikan dorongan dan bantuan serta
pengertian yang besar kepada penyusun, baik selama mengikuti pembelajaran
sekolah maupun dalam menyelesaikan makalah ini
- Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu
persatu, yang telah memberikan bantuan dalam penyusunan makalah ini.
Akhirnya kami berharap semoga Allah
memberikan imbalan yang setimpal pada mereka yang telah memberikan bantuan, dan
dapat menjadikan semua bantuan ini sebagai ibadah, Amiin Yaa Rabbal ‘Alamiin.
Sidoarjo, 20 September 2014
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ……………………………………………………………i
DAFTAR
ISI………………………………………...............................................ii
BAB I
PENDAHULUAN ……………………………………………………...1
1.1 Latar Belakang …………………………………….....................................1
1.2 Rumusan Masalah………………………………………………………….2
1.3 Tujuan………………………………………………………………………2
BAB II
PEMBAHASAN ………………………………………………………3
2.1 Negara……………………………………………………………...………3
2.2 Konstitusi……………………………………………….……………..…..11
BAB III PENUTUP …………………………………………….……………...18
3.1 Kesimpulan………………………………………………….…………….18
3.2 Saran………………………………………………………….…………...18
Penutup……………………………………………………………….…………..19
DAFTAR PUSTAKA
………………………………………………….………..20
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Keberadaan UUD 1945 yang selama ini disakralkan, dan tidak boleh diubah
kini telah mengalami beberapa perubahan. Tuntutan perubahan terhadap UUD 1945
itu pada hakekatnya merupakan tuntutan bagi adanya penataan ulang terhadap
kehidupan berbangsa dan bernegara. Atau dengan kata lain sebagai upaya memulai
“kontrak sosial” baru antara warga negara dengan
negara menuju apa yang dicita-citakan bersama yang dituangkan dalam sebuah
peraturan dasar (konstitusi). Perubahan konstitusi ini menginginkan pula adanya
perubahan sistem dan kondisi negara yang otoritarian menuju kearah sistem yang
demokratis dengan relasi lembaga negara yang seimbang.
Dengan demikian perubahan
konstititusi menjadi suatu agenda yang tidak bisa diabaikan. Hal ini menjadi
suatu keharusan dan amat menentukan bagi jalannya demokratisasi suatu bangsa.
Realitas yang berkembang kemudian memang telah menunjukkan adanya komitmen
bersama dalam setiap elemen masyarakat untuk mengamandemen UUD 1945. Bagaimana
cara mewujudkan komitmen itu dan siapa yang berwenang melakukannya serta dalam
situasi seperti apa perubahan itu terjadi, menjadikan suatu bagian yang menarik
dan terpenting dari proses perubahan konstitusi itu.
Karena dari sini akan dapat
terlihat apakah hasil dicapai telah merepresentasikan kehendak warga
masyarakat, dan apakah telah menentukan bagi pembentukan wajah Indonesia
kedepan. Wajah Indonesia yang demokratis dan pluralistis, sesuai dengan nilai
keadilan sosial, kesejahteraan rakyat dan kemanusiaan. Dengan melihat kembali
dari hasil-hasil perubahan itu, kita akan dapat dinilai apakah rumusan-rumusan
perubahan yang dihasilkan memang dapat dikatakan lebih baik dan sempurna. Dalam
artian, sampai sejauh mana rumusan perubahan itu telah mencerminkan kehendak
bersama. Perubahan yang menjadi kerangka dasar dan sangat berarti bagi
perubahan-perubahan selanjutnya. Sebab dapat dikatakan konstitusi menjadi
monumen sukses atas keberhasilan sebuah perubahan.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang
masalah yang telah diuraikan, dapat dirumuskan masalah-masalah yang akan
dibahas pada penulisan kali ini. Masalah yang dimaksud adalah sebagai berikut:
1.
Apakah
pengertian negara itu?
2.
Bagaimana teori terjadinya Negara?
3.
Apa saja unsur-unsur dari Negara?
4.
Bagaimana tentang Negara Indonesia?
5.
Apakah pengertian konstitusi itu?
6.
Bagaimana sifat-sifat dari konstitusi?
7.
Apa maksud dari konstitusi?
8.
Bagaimana nilai dari konstitusi?
1.3 TUJUAN PENULISAN
Adapun tujuan penulisan makalah
ini adalah sebagai berikut :
1.
Untuk mengetahui pengertian Negara
2.
Untuk mengetahui teori terjadinya Negara dan
unsur-unsur Negara
3.
Memahami tentang Negara Indonesia
4.
Mengetahui pengertian dari konstitusi
5.
Memahami sifat-sifat dari konstitusi dan nilai-nilai
dari konstitusi.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
NEGARA
2.1.1
PENGERTIAN
NEGARA
Negara adalah suatu permukaan di muka bumi yang
kekuasaannya baik politik, militer, ekonomi, sosial, maupun budayanya diatur
oleh pemerintahan yang berada di wilayah tersebut. Dalam sejarah ketatanegaraan
pengertian-pengertian tentang Negara senantiasa berubah-ubah. Hal ini
disebabkan oleh karena pengertian-pengertian itu dilahirkan menurut panggilan
zamannya dan juga karena alam pikiran dari penciptanya tidak bebas dari
kenyataan-kenyataan yang hidup di sekitarnya.
Pada zaman Yunani kuno para ahli telah mencari rumusan
itu dan diantaranya adalah yang Aristoteles yang hidup pada tahun 384-322
sebelum masehi yang telah merumuskan arti Negara dalam bukunya yang berjudul politica.
Secara historis pengertian Negara
senantiasa berkembang sesuai dengan kondisi masyarakat pada saat ini. Pengertian tentang Negara
telah banyak di definisikan oleh para ahli filsuf Yunani Kuno, para ahli abad pertengahan, sampai abad modern.
Beberapa pendapat tersebut antara lain:
a.
Pendapat
Aristoteles (Schmandt, 2002), negara adalah komunitas keluarga dan kumpulan
keluarga yang sejahtera demi kehidupan yang sempurna dan berkecukupan.
b.
Jean Bodin
(Schmandt, 2002), negara sebagai pemerintahan yang tertata dengan baik dari
beberapa keluarga serta kepentingan bersama mereka oleh kekuasaan berdaulat.
c.
Riger
Soltau, (Budiardjo, 2007; Agustino, 2007; Kaelan dan Achmad Zubaidi, 2007),
negara adalah alat atau wewenang yang mengatur atau mengendalikan persoalan
bersama atas nama masyarakat.
d.
Robert M. Mac Iver (Soehino,1998;Agustino,2007),
negara adalah asosiasa yang menyelenggarakan penertiban dalam suatu wilayah
berdasarkan sistem hukum diselenggarakan oleh pemerintah diberi kekuasaan memaksa.
e.
Miriam
Budiardjo (2007), negara adalah suatu daerah teritorial yang rakyatnya
diperintah oleh sejumlah pejabat dan berhasil menuntut dari warganya untuk
ketaatan melalui kekuasaan yang sah.
Sedangkan Negara menurut faham sekarang telah mempunyai
wilayah yang luas sekali dan dengan jumlah penduduk yang besar, dan negara juga
merupakan suatu wilayah yang memiliki suatu sistem atau aturan yang berlaku
bagi semua indifidu di wilayah tersebut, dan berdiri secara independen (berdiri
sendiri).
2.1.2
TEORI TERJADINYA NEGARA
a.
Teori
Teokrasi, menurut
teori ini, negara berdasarkan kehendak Tuhan. Paham ini muncul bahwa keyakinan
keagamaan bahwa Tuanlah maha pencipta di langit dan bumi, pemegang kekuasaan
tertinggi, tiada kekuasaan di dunia ini yang tidak berasal dari tuhan, termasuk
negara. Penganut teori ini Thomas Aquinas,
Agustinus, FJ. Sthal, maupun Hegel.
b.
Teori
Organik, teori
ini pertama kali diperkenalakan oleh Plato bahwa negara organic bukanlah rakyat semata yang menjadi
badan politik, juga bukan orang yang tinggal di wilayah geografis saja, tapi
negara harus ada ikatan yang muncul yaitu keadilan. Negara muncul karena ada
kebutuhan yang sangat banyak dan beragam.
c.
Teori
Perjanjian, masyarakat
memandang terjadinya suatu Negara karena adanya perjanjian masyarakat.
d.
Teori
Kekuasaan, menurut
teori kekuasan, siapa yang berkemampuan untuk memiliki kekuasaan atau berhasil
mencapai kekuasaan, selayaknya memegangg pucuk pemerintahan.
e.
Teori
Kedaulatan,
rakyat memandang keberadaan negara karena adanya kekuasaan tertinggi yang mampu mengatur
kehidupan bersama masyarakat (negara).
2.1.3
UNSUR-UNSUR
NEGARA
Sebagai suatu organisasi, negara memiliki unsur-unsur yang tidak dimiliki
oleh organisasi apapun yang ada didalam masyarakat. Secara umum, unsur Negara
ada yang bersifat konstitutif dan ada yang bersifat deklaratif. Unsur
konstitutif yaitu unsur yang mutlak atau harus ada di dalam suatu Negara.
Sedangkan unsur deklaratif yaitu menerangkan tentang adanya negara.
Untuk melengkapi arti negara perlu kiranya diuraikan unsur-unsur Negara.
Yang dimaksud unsur-unsur negara adalah bagian-bagian yang menjadikan Negara itu ada. Dengan
lengkapnya unsur-unsur itu maka lengkaplah Negara bagaikan sebuah rumah yang
bertiang lengkap.
Unsur-unsur Negara dikenal tiga hal yaitu:
1)
Wilayah
tertentu
Yang
dimaksud wilayah tertentu ialah batas wilayah dimana kekuasaan Negara itu
berlaku. Dengan lain perkataan kekuasaan Negara itu tidak berlaku diluar batas
wilayah karena dapat menimbulkan sengketa internasional, walaupun sebagai
pengecualian dikenal apa yang disebut daerah-daerah eksteritorial yang artinya
kekuasaan Negara yang bisa berlaku di luar daerah kekuasaannya sebagai
pengecualian misalnya di tempat kediaman kedutaan asing berlaku kekuasaan
Negara asing itu.
Suatu
Negara tidak bisa berdiri tanpa adanya suatu wilayah. Disamping pentingnya
unsur wilayah dengan batas-batas yang jelas, penting pula keadaan khusus
wilayah yang bersangkutan, yang artinya apakah layak suatu wilayah itu masuk
suatu Negara tertentu atau sebaliknya dipecah menjadi wilayah berbagai Negara.
Mengenai batas wilayah Negara orang tidak dapat melihat dalam undang-undang
dasar Negara. Tapi merupakan ketentuan dalam perjanjian antara dua Negara yang
bersifat bilateral. Dan jika lebih dari dua Negara perjanjian itu disebut
multilateral.
Wilayah atau territoir mempunyai arti luas yang meliputi:
a.
Udara
b.
Darat
c.
Laut
Ketiganya itu ditentukan oleh perjanjian internasional.
2)
Rakyat
Rakyat
merupakan suatu unsur yang terpenting dalam suatu Negara. Rakyat atau Negara
merupakan suatu individu yang berkepentingan dalam suksesnya suatu tatanan
dalam pemerintah. Pentingnya unsur rakyat dalam suatu Negara tidak hanya
diperlukan dalam ilmu kenegaraan, tetapi perlu juga melahirkan apa yang disebut
ilmu kemasyarakatan (sosiologi) suatu ilmu pengetahuan baru yang khusus
menyelidiki, mempelajari hidup kemasyarakatan, dan rakyat juga merupakan
sekumpulan orang yang hidup di suatu tempat. Ada istilah rumpun (ras), bangsa (natie), suku yang erat pengertiannya dengan rakyat. Tanpa rakyat,
mustahil Negara akan terbentuk. Leacock mengatakan, “Negara tidak akan berdiri
tanpa adanya sekelompok orang yang mendiami bumi ini” hal ini menimbulkan
pertanyakan, berapakan jumlah penduduk untuk membentuk sebuah Negara.
Plato
mengatakan bahwa untuk membentuk suatu Negara wilayah tersebut membutuhkan lima
ribu empat puluh (5040) penduduk. Pendapat ini terntu saja tidak berlaku di
jaman modern ini. Rakyat terdiri dari penduduk dan bukan penduduk. Penduduk
adalah semua orang yang bertujuan menetap dalam wilayah suatu Negara tertentu.
Penduduk suatu Negara dapat dibedakan menjadi warga Negara dan bukan warga
Negara. Warga Negara adalah mereka yang menurut hukum menjadi warga dari suatu
Negara sedangkan yang tidak termasuk warga Negara adalah orang asing (WNA).
3)
Pemerintahan
yang berdaulat
Organisasi
Negara mempunyai badan pimpinan dan badan pengurus yang memimpin dan mengurus
Negara. Badan demikian disebut pemerintah, dan fungsinya disebut pemerintahan.
Memerintah berarti menjalankan tugas pemerintahan. Maka pemerintah dan
pemerintahan harus bisa membedakan.
Kata
pemerintah dan pemerintahan dapat diartikan luas atau sempit. Dalam arti yang
luas pemerintah adalah keseluruhan dari badan pengurus Negara dengan segala
organisasi, segala bagian-bagiannya dan segala pejabat-pejabatnya yang
menjalankan tugas Negara dari pusat sampai ke plosok-plosok daerah. Dalam arti
yang sempit pemerintah berarti suatu badan pimpinan terdiri dari seorang atau
beberapa orang yang mempunyai peranan pimpinan dan menentukan dalam pelaksanaan
tugas Negara. Pemerintah ialah kepala Negara dengan para menteri yang kini
lazim disebut dengan kabinet. Sedangkan pemerintahan adalah fungsi (tugas) dari
pada pemerintah baik dalam arti sempit maupun dalam arti luas.
4)
Pengakuan
Pengakuan
terdiri dari dua, yaitu pengakuan secara de
facto (factual) dan pengakuan secara de
jure (yuridis). Pengakuan pertama hanya bersifat sementara dan hanya
melihat dari fakta-fakta politik yang ada, belum merupakan pengakuan yang
sempurna atas Negara tersebut. Sementara itu, pengakuan kedua (de jure) merupakan pengakuan yang
sempurna dan bersifat tetap (permanen).
2.1.4
BENTUK NEGARA
1) Negara Kesatuan (unitaris)
Negara kesatuan adalah negara yang tersusun
tunggal, negara
yang hanya berdiri satu negara saja, tidak terdapat negara dalam suatu negara. Dalam pelaksanaan pemerintah derah di negara kesatuan dapat di
laksanakan dengan dua alternative system, yaitu:
a. Sistem desantralisasi, dimana daerah-daerah
diberikan keleluasaan dan kekuasaan untuk mengurus rumah tangganya sendiri
(otonomi)
b. Sistem sentralisasi: dimana segala sesuatu
urusan dalam Negara tersebut langsung diatur an di urus oleh pemerintah pusat,
termasuk segala hal yang menyangkut pemerintahan dan kekuasaan di daerah.
2)
Negara
Serikat (federasi)
Negara serikat adalah negara yang merupakan
gabungan dari beberapa, kemudian menjadi negara-negara bagian dari pada suatu
Negara Serikat.
2.1.5
TUJUAN
NEGARA
Tidak
ada suatu Negara yang tidak mempunyai tujuan. Paham sarjana-sarjana ada yang
mengemukakan tujuan Negara itu dihubungkan dengan tujuan akhir manusia dan ada
pula yang menghubungkannya dengan kekuasaan.
Tujuan
Negara ialah Negara itu sendiri. Menurut Hegel Negara itu adalah person yang
mempunyai kemampuan sendiri dalam mengejar pelaksanaan ide umum. Ia memelihara
dan menyempurnakan diri sendiri. Maka kewajiban tertinggi manusia adalah
menjadi warga Negara sesuai dengan undang-undang.
Ada beberapa pendapat dari menteri salah satu kerajaan
Tiongkok:
a.
Agustinus
menyatakan tujuan Negara adalah dihubungkan dengan cita-cita manusia hidup di
alam kekal yaitu sesuai yang diinginkan
b.
Shang Yang
menghubungkan tujuan Negara dengan mencari kekuasaan semata, sehingga Negara
ini identik dengan penguasa.
c.
Menurut
Jhon Locke dengan pembentukan political
or civil society, manusia itu tidak melepaskan hak asasinya.
Tujuan Negara memelihara dan menjamin hak asasi manusia
dan kemerdekaan:
Tujuan
Negara memelihara dan menjamin hak-hak asasi yaitu:
·
Hak hidup/
nyawa (leven)
·
Hak badan
(lijf)
·
Hak atas
harta benda (vermogen)
·
Hak atas
kehormatan (eer)
·
Hak
kemerdekaan (vrijheid)
Kemudian Vrijheid (freedom=kemerdekaan) oleh Rou sevelt
di bagi:
·
Freedom
from want
·
Freedom
from fear
·
Freedom of
speech
·
Freedomof
religion
·
Freedom of
doing mistake (tambahan oleh Gandi)
Dan juga tambahan oleh Soekarno: Freedom to be free.
Pada zaman modern ini lazimnya tujuan negara itu
menyelenggarakan kesejahteraan dan kebahagiaan rakyatnya demi tercapainya
masyarakat adil dan makmur.
2.1.6 NEGARA INDONESIA
Berdasarkan berbagai teori terjadinya
negara, kedaulatan Negara, serta bentuk dan tujuan Negara, maka Negara Indoneia
yang di proklamasikan tanggal 17 Agustus 1945, dapat dijelaskan secara
teoristis sebagai berikut:
1.
Lahirnya
Negara Indonesia
Indonesia merdeka tanggal 17 Agustus
1945 dalam Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang melahirkan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Negara Kesatuan RI bukanlah
merupakan tujuan terakhir perjuangan bangsa Indonesia, melainkan merupakan alat
untuk melanjutkan perjuangan bangsa Indonesia mencapai cita-cita, membentuk masyarakat
adil makmur, aman sentosa berlandaskan pancasila.
Meskipun ditinjau berdasarkan
unsur-unsur yang membentuk negara, hampir semua negara memiliki kesamaan, namun
ditinjau dari segi tumbuh dan terbentunya negara serta susunan negara, setiap
negara di dunia ini memiliki spesifikasi serta ciri khas masing-masing.
Demikian pula negara-negara lain di dunia tumbuh dan berkembang dengan ciri
khas dan sejarahnya masing-masing.
Demikian pula bangsa dan Negara
Indonesia tumbuh dan berkembang dengan dilatar belakangi oleh kekuasaan dan
penindasan bangsa asing seperti penjajahan Belanda serta Jepang. Oleh karena
itu bangsa Indonesia tumbuh dan berkembang dilatar belakangi oleh adanya
kesatuan nasib, yaitu bersama-sama dalam penderitaan di bawah penjajahan bangsa
asing serta berjuang merebut kemerdekaan. Selain itu yang sangat khas bagi
bangsa Indonesia adalah unsur-unsur etnis yang membentuk bangsa itu sangat
beraneka ragam, baik latar belakang budaya seperti bahasa, adat kebiasaan serta
nilai-nilai yang dimilikinya. Oleh karena itu terbentuknya bangsa dan negara
Indonesia melalui suatu proses yang cukup panjang. Sejak masa sebelum bangsa
asing menjajah Indonesia, seperti masa kejayaan kerajaan Kutai, Sriwijaya,
Majapahit dan kerajaan-kerajaan lainnya. Kemudian datanglah bangsa asing ke
Indonesia maka bangsa Indonesia saat itu bertekad untuk membentuk suatu persekutuan
hidup yang disebut bangsa, sebagai unsur pokok negara melalui Sumpah Pemuda 28
Oktober 1928. Isi sumpah itu merupakan suatu tekad untuk mewujudkan unsur-unsur
negara yaitu satu nusa (wilayah) negara, satu bangsa (rakyat), dan satu bahasa,
sebagai bahasa pengikat dan komunikasi antar warga negara, dan dengan
sendirinya setelah kemerdekaan kemudian dibentuklah suatu pemerintahan negara.
Prinsip-prinsip negara Indonesia
dapat dikaji melalui makna yang terkandung di dalam Pembukaan UUD 1945. Kita
dapat mempelajari serta menelaah dokumen kenegaraan Indonesia, diantaranya
adalah Pembukaan UUD 1945 terutama pada alenea satu sampai tiga yang dapat
dijelaskan sebagai berikut. Alinea I, menjelaskan tentang latar belakang
terbentuknya negara dan bengsa Indonesia, yaitu tentang kemerdekaan adalah hak
kodrat segala bangsa di dunia yang sadar dan bangkit melawan penjajah, dan
penjajahan itu tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan oleh
karena itu harus dihapuskan. Alinea ke II menjelaskan tentang perjalanan
perjuangan bangsa Indonesia dalam memperjuangkan kemerdekaan, alinea III
menjelaskan tentang kedudukan kodrat manusia Indonesia sebagai bangsa yang religious yang kemudian pernyataan kemerdekaan.
2. Kedaulatan Indonesia
Pernyataan bangsa Indonesia terkait
dengan kedaulatan Indonesia dapat diketahui dalam pembukaan UUD 1945 pada
alenea empat. Adapun alinea IV, menjelaskan tentang terbentuknya bangsa dan
negara Indonesia, yaitu adanya rakyat Indonesia, pemerintahan negara Indonesia
yang disusun berdasarkan Undang-Undang Dasar negara, wilayah negara serta dasar
filosofis negara yaitu Pancasila (Notonagoro, 1975). Ketentuan lain dapat
dijumpai pada pasal 1 ayat (1) UUD 1945 Amandemen, Kedaulatan ada ditangan
rakyat dan dilakukan menurut Undang0Undang dasar. Pasal ini dengan tegas
menyebut, bahwa Kedaulatan Negara bersumber pada kedaulatan rakyat, dan rakyat
sebagai pemegang kekuasaan tertinggi, yang pelaksanannya dilakukaan berdasarkan
Undang-Undang Dasar..
Dengan memperhatikan pasal tersebut
maka, bangsa Indonesia menyatakan dirinya secara langsung dalam UUD 1945 bahwa
Indonesia menganut teori kedaulatan rakyat, yang pelaksanaannya kembali diatur
dalam Undang-Undang Dasar 1945 Amandemen. Disamping pengakuan kedaulatan
rakyat, bangsa Indonesia juga dipengaruhi pada teori kedaulatan hukum, dimana
dalam tujuan pokok pikiran yang terkandung dalam UUD 1945, sebagaimana pernah
dimuat dalam pasal 1 ayat (3) UUD 1945 Amandemen, menyatakan, Indonesia
adalalah Negara hukum.
3. Tujuan Negara Indonesia
Tujuan bernegara bangsa Indonesia
yang harus diwujutkan oleh pemerintah Indonesia sebagaimana tercantum dalam
pembukaan UUD 1945 adalah:
“Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia, Memajukan kesejahteraan umum, Mencerdaskan kehidupan
bangsa,
Ikut melaksanakan ketertiban dunia, berdasarkan pedamaian abadi, dan keadilan social.”
Ikut melaksanakan ketertiban dunia, berdasarkan pedamaian abadi, dan keadilan social.”
Dari tujuan tersebut maka tujuan
Negara Indonesia dipengaruhi oleh teori tyujuan Negara untyuk menunjukkan suatu
ketertiban. Bila dilihat secara umum, bahwa tujuan bangsa Indonesia adalah
mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila, lebih menekankan
pada terwujudnya kesejahteraan bangsa Indonesia yang mampu bertindak atas dasr
nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila, baik perannya sebagai individu
maupun dalam kehidupan social bangsa Indonesia.
4. Bentuk Negara Indonesia
Dilihat dari bentuk Negara, Indonesia
termasuk pada Negara kesatuan dengan bentuk pemerintahan republik. Bentuk
kesatuan tercantum pada Pasal UUD 1945, dengan system desentralisasi dimana daerah-daerah
dalam wilayah Negara diberikan hak otonomi, dengan titik berat otonomi pada
daerah kabupaten dan kota. Pembagian wilayah Negara seperti tercantum dalam
Pasal 18 UUD 1945, yang menyatakan. Istilah republic sebagai kelanjutan dari
Negara kesatuaan yang berbentuk republic menunjuk pada system pemerintah Negara
yang dipimpin
oleh Presiden.
2.2 KONSTITUSI
Konstitusi berarti hukum dasar, baik
yang tertulis maupun yang tidak tertulis. Hukum dasar yang tertulis biasa
disebut dengan Undang-Undang Dasar, sedang Hukum Dasar yang tidak tertulis
disebut Konvensi, yaitu kebiasaan ketatanegaraan atau aturan-aturan dasar yang
timbul dan terpelihara dalam praktek penyelenggaraan negara. Karena
perkembangan zaman jarang sekali semua hal diatur dalam suatu Undang-Undang
Dasar. Merubah Undang-Undang Dasar adalah agak sulit dan prosedural, karena itu
dalam menyelenggarakan pemerintahan dibutuhkan konvensi-konvensi.
Hal ini menimbulkan gagasan mengenai living constitution[1] dalam
arti bahwa suatu konstitusi yang benar-benar hidup dalam masyarakat tidak hanya
terdiri dari naskah yang tertulis saja akan tetapi juga meliputi
konvensi-konvensi. Undang-Undang Dasar 1945 juga menganut faham ini.
Definisi dari kontitusi menurut E.C.S.
Wade[2]
adalah naskah yang memaparkan rangka dan tugas pokok dari badan-badan
pemerintahan suatu negara dan menentukan pokok-pokok cara kerja badan-badan
tersebut. Kemudian Herman Fiener[3]
menamakan Undang-undang Dasar sebagai riwayat hidup suatu hubungan kekuasaan.
2.2.1 PENGERTIAN KONSTITUSI
Sering dalam buku pelajaran ada
anggapan umum bahwa pengertian konstitusi adalah sama dengan Undang-undang
Dasar. Pendapat ini adalah keliru, sebab pengertian konstitusi adalah jauh
lebih luas dari Undang-undang Dasar. Pengertian tersebut di atas dikemukakan
oleh Herman Heller dalam bukunya Verfassunglehre
(ajaran tentang konstitusi). Ia membagi konstitusi dalam tiga tingkat yaitu :
1. Konstitusi sebagai pengertian
Sosial Politik
Pada pengertian ini, konstitusi belum merupakan pengertian hukum, ia baru mencerminkan
keadaan sosial politik suatu bangsa itu sendiri. Disini pengertian hukum adalah
sekunder, yang primer adalah bangunan-bangunan masyarakat atau political decission. Bangunan-bangunan
ini adalah keputusan masyarakat sendiri, misalnya siapa yang menjadi kepala
suku, pembantu, dan sebagainya.
2. Konstitusi sebagai suatu
pengertian hukum (Rech-tsfervassung)
Pada pengertian ini, keputusan-keputusan masyarakat tadi dijadikan suatu
perumusan yang normatif, yang kemudian harus berlaku (gehoren). Pengertian politik diartikan sebagai eine seine yaitu suatu kenyataan yang harus berlaku dan diberikan
suatu sanksi kalau hal tersebut dilanggar. Dalam hal ini kita bisa mengambil
contoh dalam tingkat pertama seperti yang telah dikemukakan di atas misalnya
sifat tukar menukar dalam suatu perdagangan kemudian dijadikan jual-beli,
sewa-menyewa. Dalam bentuk yang kedua ini kemudian mengandung
pengertian-pengertian hukum (Rechtsfervassung). Rechtsfervassung ini tidak selalu
tertulis, misalnya hukum adat. Di sini kita melihat apa yang disebut abstraksi
(konstruksi) yaitu suatu cara dalam ilmu pengetahuan hukum untuk menarik
unsur-unsur hukum dari kenyataan sosial yang kemudian dijadikan
perumusan-perumusan hukum. Seperti halnya dengan tukar menukar tadi kemudian
dijadikan jual beli (bagian dari hukum perjanjian).
Rechtsfervassung ada juga yang tertulis. Hal ini timbul sebagai
pengaruh dari aliran kodifikasi yaitu
yang menghendaki sebagian hukum ditulis, dengan maksud untuk :
·
Mencapai kesatuan hukum (rechtseineheid)
·
Kesederhanaan hukum (rechtsvereenvoudiging)
·
Kepastian hukum (rechtszekerheid)
3. Konstitusi sebagai suatu
peraturan hukum tertinggi dan tertulis yang berlaku pada suatu negara.
Pengertian yang ini adalah suatu peraturan hukum yang ditulis. Dengan
demikian Undang-undang Dasar adalah salah satu bagian dari konstitusi dan bukan
sebagai penyamaan pengertian menurut anggapan-anggapan sebelumnya. Penyamaan
pengertian adalah pendapat yang keliru dan bila ada penyamaan pengertian maka
ini adalah akibat pengaruh dari aliran kodifikasi (aliran modern).
Penyamaan pengertian konstitusi dengan undang-undang dasar tidak hanya
akibat dari aliran kodifikasi tetapi jauh sebelumnya sejak Oliver Cromwell
menjadi Lord Protektorat tahun 1660, Grundgezetz
(UUD) telah disamakan dengan Instrument
of Government yaitu pegangan untuk memerintah. Sejak itu timbul
identifikasi pengertian UUD dengan Konstitusi. Tahun 1687 pengertian konstitusi
Cromwell dioper oleh Amerika dan dimasukkan ke Perancis pada tahun 1789 oleh
Lafayette.
Pengertian undang-undang dasar adalah lebih sempit daripada pengertian
konstitusi, demikian menurut Laselle dalam bukunya Uber Verfassungswesen (sifat konstitusi). IA adalah tokoh
sosialisme yang mendirikan seikat-serikat buruh di Perancis dan merupakan lawan
dari Marx dan Hegel dalam memperjuangkan sosialisme.
Lasalle membagi konstitusi dalam dua pengertian, yaitu :
a. Konstitusi merupakan hubungan
antara kekuasaan yang terdapat dalam masyarakat (faktor kekuatan riil) misalnya
: Presiden, Angkatan bersenjata, partai-partai, Pressure Group, Buruh, Tani dan
sebagainya.
b. Konstitusi adalah apa yang
ditulis di atas kertas mengenai lembaga-lemvbaga negara dan prinsip-prinsip
memerintah dari suatu negara. Sama dengan faham kodifikasi.
Pengertian lain-lain dari konstitusi
diberikan oleh seorang sarjana Jerman bernama Carl Schmitt membahas kontitusi
dengan mengemukakan 4 pengertian dari konstitusi yakni:
1) Konstitusi dalam arti
absolut, konstitusi ini mencakup seluruh keadaan atau struktur dalam negeri
itu. Negara disebutkan sebagai suatu ikatan dari manusia yang mengorganisir
dirinya dalam wilayah tertentu, maka oleh karena itu konstitusi harus pula
menentukan segala apa yang ada dalam negara itu. Konstitusi harus menentukan
segala macam kerja sama dalam negara. Kalau bentuk kerja sama itu disebutkannya
dengan demokratis maka konstitusi itu dengan sendirinya akan mencegah
bentuk-bentuk kerjasama yang tidak demokratis dalam negara tersebut. Dia
menentukan segala bentuk kerjasama dalam organisasi negara. Jadi dialah yang
menetukan norma formarum artinya bentuk dari segala bentuk yang ada dalam
negara. Jadi disinilah letak segi absolut yang menurut Kelsen adalah hukum yang
tertinggi atau norma formarum.
2) Konstitusi dalam arti
relatif, konstitusi ini mempunyai segi relatif karena adanya proses relatifering daripada konstitusi
tersebut. Proses ini berlangsung terutama disebabkan karena konstitusi itu
dianggap sebagai sebuah naskah penting yang sulit untuk diubah-ubah dan dengan
sendirinya dapat menjamin adanya kepastian hukum sehingga apa yang termuat di
dalamnya terjamin kelanggengannya.
3) Konstitusi dalam arti
positif, dalam pengertian ini konstitusi merupakan suatu putusan yang tertinggi
daripada rakyat atau orang-orang yang tergabung dalam organisasi yang disebut
negara.
4) Konstitusi dalam arti yang
ideal, disini konstitusi mengandung arti sebagai wadah yang menampung suatu ide
yang dicantumkan satu per satu sebagai isi konstitusi sebagaimana dimaksud
dalam pengertian konstitusi dalam arti relatif di atas.
2.2.2 SIFAT DARI KONSTITUSI
Menurut Prof. K. C. Wheare sifat dari
konstitusi dapat dibagi sebagai berikut:
1. Tertulis dan tidak tertulis
Dalam dunia modern, faham yang
membedakan tertulis atu tidak tertulis suatu konstitusi hampir tidak ada. Kalau
masih ada konstitusi yang tidak tertulis hanya ada di Inggris. Konstitusi di
Inggris seperti disebutkan oleh Dicey dapat dibagi atas dua golongan besar
yaitu :
·
The Law of the Constitution (hukum konstitusi)
Unsur-unsur
utama dari Hukum Konstitusi adalah :
a. Historic Documents
(dokumen-dokumen sejarah)
b. Parliamentary Statues
(Undang-undang yang dibuat oleh Parlemen)
c. Judicial Decissions
(keputusan-keputusan pengadilan)
d. Principles and Rule of Common Law (prinsip-prinsip dan ketentuan hukum kebiasaan Inggris)
·
The Conventions of the Constitutions (konvensi-konvensi)
Unsur-unsur
utama dari convention of contitution adalah :
a. Kelaziman (habits)
b. Tradisi-tradisi (Traditions)
c. Kebiasaan-kebiasaan (customs)
d. Praktek-praktek (Practices)
Unsur-unsur tersebut mengatur sebagian
besar aktifitas-aktifitas sehari-hari dari pemerintahan di Inggris.
Perbedaan antara hukum konstitisi dan
konvensi kontitusi terletak pada yang satu tertulis dan yang lain tidak tetapi
bentuk hukum konstitusi diakui dan dapat dipaksakan oleh pengadilan sedangkan
bentuk konvensi konstitusi betapapun pentingnya dalam praktek tak dapat
dipaksakan melalui badan-badan peradilan.
2. Fleksibel atau rigid
Fleksibel atau rigidnya suatu
konstitusi tergantung pada 3 hal yaitu :
a. Mudah atau tidak mudah
dirubah, hal ini tergantung dari pasal-pasal konstitusi itu sendiri (juridis
formil).
b. Mudah dan tidak dalam
menyesuaikan diri dengan perkembangan masyarakat, hal ini tergantung dari isi
dan banyaknya pasal-pasal dari konstitusi itu sendiri. Perubahan kebutuhan dari
masyarakat tidak perlu menyentuh konstitusi, cukup dengan membuat peraturan
yang lebih rendah atau peraturan pelaksanaan. Kalau konstitusi itu mudah
menyesuaikan dirinya dengan perkembangan masyarakat disebut flexible sedangkan kalau tidak disebut rigid. Konstitusi yang mudah
menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman biasanya terdiri dari sedikit pasal
dan konstitusi yang tidak mudah menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman
biasanya terdiri dari banyak pasal. Akibatnya kalau keputusan sudah diatur kemudian
berubah pimpinan, maka pasal-pasal yang mengatur pimpinan ini harus dirubah.
c. Tergantung kekuatan yang
nyata dalam masyarakat, suatu konstitusi dikatakan fleksibel atau rigid juga
tergantung dari kekuatan-kekuatan yang terdapat dalam masyarakat negara
bersangkutan. Kekuatan dalam masyarakat itu misalnya angkatan bersenjata,
buruh, tani, partai politik, dan sebagainya. Kalau kekuatan dalam masyarakat
tidak sering berubah maka undang-undang bisa bertahan lama dan ini disebut
rigid. Atau sebaliknya kalau sering berubah maka disebut fleksibel. Konstitusi
suatu negara seharusnya tidak sering berubah, sebab kalau sering berubah mengakibatkan
kemerosotan dari kewibawaan konstitusi itu sendiri. Merubah undang-undang bisa
diartikan :
·
Secara artifisial, dipaksa dibuat. Ini dilakukan melalui revolusi,
perebutan kekuasaan, mencaplok negara lain dan sebagainya.
·
Karena kehidupan sosial masyarakat itu sudah berubah (sudah jauh dari yang
tertulis
2.2.3 FUNGSI KONSTITUSI
Fungsi dan kedudukan konstitusi antara lain :
1. Membatasi kekuasaan pemerintah atau penguasa
dan menjamin hak warga negara.
2.
Merupakan
percerminan keadaan masyarakat dan negara bersangkutan.
3.
Memberi
petunjuk dan arahan kemana negara akan di bawa.
4.
Dasar dan
sumber hukum bagi peraturan perundangan di bawahnya.
5.
Produk
politik yang tertinggi bagi suatu bangsa dalam membentuk dan menjalankan negara.
6.
Membagi kekuasaan dalam negara.
2.2.4 MAKSUD DARI
KONSTITUSI
Setiap
undang-undang dasar mempunyai maksud. “Dalam tiap konstitusi yang modern ada
tercantum bahwa tujuan negara adalah untuk memelihara dan mengembangkan
kesejahteraan serta keselamatan warga negara”.
Ada yang
menyebutkan tujuan itu dalam pembukaan undang-undang dasarnya dan ada pula
dalam batang tubuhnya atau dalam kedua-duanya. Sebagai contoh undang-undang
dasar atau konstitusi Amerika Serikat yang memuat tujuan daripada negara di
dalam preambul konstitusi Amerika Serikat 1787 yaitu untuk memajukan persatuan
nasional, keadilan, perdamaian, kemerdekaan dan kesejahteraan umum.
Dalam konstitusi
Indonesia dapat dilihat pada pembukaan dan batang tubuh Undang-undang Dasar
1945. Dalam pembukaan disebutkan dalam alinea ke 4 yaitu :
“Kemudian daripada
itu untuk membentuk suatu pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap
bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan memajukan kesejahteraan
umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan dan perdamaian abadi dan keadilan sosial maka
disusunlah kemerdekaan bangsa Indonesia itu dalam suatu Undang-undang Dasar
Negara Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada Ketuhanan
Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia,
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia.”
2.2.5 NILAI DARI
KONSTITUSI
Karl Laewenstein[4]
memberikan tiga tingkatan nilai pada konstitusi yaitu :
a. Nilai yang bersifat normatif
:
Peraturan hukum yang bersifat
normatif ialah kalau peraturan hukum itu masih dipatuhi oleh masyarakat, kalau
tidak ia merupakan peraturan yang mati atau ideal, tidak pernah terwujud. Jadi konstitusi
yang bersifat normatif, jika konstitusi itu resmi diterima oleh suatu bangsa
dan bagi mereka bukan saja berlaku dalam arti hukum (legal) tetapi juga
merupakan kenyataan dalam arti sepenuhnya.
b. Nilai yang bersifat Nominal
Maksudnya, kalau konstitusi itu
kenyataannya tidak dilaksanakan dan hanya disebutkan namanya saja. Dengan kata
lain konstitusi tersebut menurut hukum berlaku tetapi tidak dilaksanakan
sebagaimana mestinya yaitu tidak memiliki kenyataan yang sempurna.
c. Nilai yang besifat semantik
Hal ini menjelaskan bahwa suatu
konstitusi yang dilaksanakan dan diperlukan dengan penuh, tetapi hanyalah
sekedar memberi bentuk dari tempat yang telah ada untuk melaksanakan kekuasaan
politik. Maksud esensil dari suatu konstitusi adalah mobilitas kekuasaan yang
dinamis untuk mengatur, tetapi dalam hal ini dibekukan demi untuk kepentingan
pemegang kekuasaan yang sebenarnya.
BAB
III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Negara dalam arti sempit adalah suatu
wilayah yang mencakup darat, air, serta wilayah, yang terkait dalam territorial
dan dihuni oleh suatu bangsa serta diakui secara de facto dan de jure. tertulis
dalam Undang-Undang,
Sedangkan konstitusi dalam arti
adalah sebagai hukum dasar yang tertulis dan tidak tertulis atau Undang-Undang.
Dan dalam arti luas konstitusi sebagai hukum dasaryang tertulis atau Undang-Undang Dasar dan hukum dasar yang tidak
tertulis atau konvensi.
Dengan adanya pembagian wewenang dan
cara bekerja berbagai lembaga kenegaraan serta perlindungan hak asasi manusia, masyarakat
Indonesia terasa lebih terlindungi dengan hal itulah perkembangan konstitusi di
Indonesia.
3.2
SARAN
Pembentukan konstitusi sangatlah
penting dalam kehidupan bernegara. Sebaiknya setiap Negara memiliki konstitusi
yang sesuai dengan masyarakat yang ada di dalam Negara itu, karena dengan
konstitusi yang sesuai dengan kehidupan masyarakat di suatu Negara maka Negara
akan bisa lebih berkembang dan maju dalam kehidupan sosialnya.
Penutup
Sempurna setidaknya kita dapat mengimplementasikan
tulisan ini. Masih banyak kesalahan dari penulisan kelompok kami, karena
manusia yang adalah tempat salah dan dosa. Kami juga membutuhkan saran atau
kritik agar bisa menjadi motivasi untuk masa depan yang lebih baik dari pada
sebelumnya . Kami juga menngucapkan terimakasih kepada dosen pembimbing mata
kuliah pendidikan kewarganegaraan Nuning Rodiyah yang telah memberi kami tugas
kelompok demi kebaikan kita semua. Mungkin
inilah yang diwacanakan pada penulisan kelompok ini meskipun makalah ini jauh
dari kata.
Daftar pustaka
Wahyono, Panmo, Catatan Kuliah Ilmu Negara ,FH_UI,
Jakarta: Gaya Media Pratama, 1964.
Yamin,Moh., Proklamasi dan Konstitusi RI, djambatan, Jakarta: Rajawali Pers, 1951.
Soekarno, Sunsunan Negara Kita Jambatan, Jakarta:
PT Ghaliah Indonesia, 1951.
Busroh Abu
Daud,S.H., Ilmu Negara ,Bumi Aksara:
Pradnya Paramita, 1990.
Priyo Sukonto,
Bambang. dkk. Panduan Belajar Pendidikan
Kewarganegaraan 12 SMA IPS.
Yogyakarta:
Lembaga Pendidikan Primagama, 2010.
[4] Lihat Moh. Koesnardi, SH
dan Harmaily Ibrahim, SH, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, hal. 72, Pusat
Studi Hukum Tata Negara, FHUI, Jakarta, 1983
Tidak ada komentar:
Posting Komentar